Polimenorea adalah kondisi saat siklus haid berlangsung kurang dari 21 hari sampai haid berikutnya. Salah satu tanda khas kondisi ini adalah haid yang bisa terjadi lebih dari 2 kali dalam 1 bulan. Meski bisa terjadi akibat kondisi yang tidak berbahaya, beberapa penyebab polimenorea perlu diwaspadai dan mendapat penanganan tepat.
Polimenorea termasuk salah satu gangguan siklus menstruasi. Normalnya, siklus menstruasi berlangsung pada rentang 21–35 hari. Namun, wanita dengan polimenorea akan mengalami haid pada rentang kurang dari 21 hari. Ketika siklusnya lebih pendek, haid pun bisa terjadi lebih dari 1 kali dalam sebulan.
Bila kondisi polimenorea disertai dengan jumlah darah haid yang cukup banyak, terlebih tidak ditangani dengan baik, penderitanya rentan mengalami anemia.
Tanda Polimenorea
Polimenorea merupakan salah satu jenis perdarahan rahim abnormal atau abnormal uterine bleeding (AUB). Maknanya, seorang wanita dikatakan mengalami polimenorea jika ada gangguan pada frekuensi, durasi, serta jumlah darah yang keluar pada saat menstruasi. Beberapa tandanya adalah:
- Rentang dari hari pertama haid menuju haid berikutnya lebih cepat, bahkan bisa hanya berlangsung 8–10 hari atau lebih, tetapi kurang dari 21 hari
- Durasi haid bisa berlangsung lebih dari 8 hari
- Darah haid keluar sangat banyak, lebih dari biasanya
Penyebab Polimenorea
Kondisi ini bisa menjadi tanda adaptasi hormonal bagi perempuan yang baru saja pubertas. Sebab, siklus haid memang normalnya belum teratur selama 1–2 tahun setelah haid pertama. Akan tetapi, jika terjadi pada perempuan dewasa, polimenorea erat kaitannya dengan masalah pada hormon atau organ reproduksi, antara lain:
1. Gangguan hormon
Polimenorea umum terjadi pada wanita yang mengalami penyakit tiroid, terutama kondisi hormon tiroid yang terlalu rendah (hipotiroidisme). Selain itu, wanita yang mengalami ploycystic ovarian syndrome (PCOS) juga rentang mengalami gangguan siklus menstruasi, termasuk polimenorea.
2. Stres
Ketika stres, tubuh merespons dengan mengeluarkan hormon kortisol atau hormon stres. Hormon ini dapat mengganggu fungsi dan kerja sistem endokrin yang memproduksi hormon reproduksi, salah satunya estrogen. Akibatnya, siklus haid menjadi tidak teratur, termasuk lebih pendek seperti yang teradi pada polimenorea.
3. Efek samping obat
Konsumsi obat, seperti kortikosteroid, obat pengencer darah, pil kontrasepsi, atau terapi obat yang mengandung hormon diketahui bisa mengganggu siklus haid sehingga membuatnya menjadi tidak teratur. Pemakaian kontrasepsi hormon berupa IUD juga diketahui berisiko mengiritasi rahim, sehingga memicu terjadinya perdarahan atau polimenorea.
4. Penurunan berat badan drastis
Berat badan turun secara drastis, baik tanpa alasan jelas maupun karena gangguan makan, juga dapat mengganggu siklus haid. Hal ini karena berat badan yang terlalu kurus dapat mengganggu fungsi dan kerja hormon dalam siklus menstruasi sehingga memicu terjadinya polimenorea.
5. Transisi menuju menopause
Wanita usia 30–40 tahun umumnya akan mengalami transisi menuju menopause, yang disebut juga perimenopause. Pada masa ini, hormon yang berperan dalam menstruasi akan naik-turun. Inilah sebabnya siklus haid bisa lebih pendek seperti polimenorea, meskipun beberapa wanita juga bisa mengalami siklus yang lebih panjang.
6. Infeksi menular seksual (IMS)
Polimenorea juga bisa dipicu oleh infeksi menular seksual, seperti gonore atau klamidia. Hal ini karena penyebab IMS bisa menyebar dan menginfeksi rahim serta saluran penghubung indung telur dan rahim (tuba falopi).
7. Penyakit pada organ reproduksi
Masalah kesehatan pada organ reproduksi sering kali menjadi penyebab polimenorea. Beberapa kondisinya meliputi polip pada serviks atau dinding rahim, tumor rahim jinak, endometriosis, hingga kanker serviks atau kanker rahim.
Siklus haid lebih pendek juga bisa dipicu oleh peradangan panggul, yang umumnya berawal dari infeksi menular seksual tanpa penanganan yang baik.
Penanganan Polimenorea
Sebelum memberikan penanganan, dokter akan memastikan penyebab polimenorea. Dokter akan melakukan tanya jawab tentang siklus menstruasi sebelumnya, riwayat penyakit, riwayat aktivitas seksual bila ada, serta obat yang dikonsumsi.
Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan jika perlu, seperti USG untuk melihat kondisi rahim dan panggul, atau tes darah lengkap untuk memeriksa kadar hormon. Nantinya, penanganan polimenorea akan ditangani sesuai penyebabnya, misalnya:
- Pemberian antibiotik untuk mengonati infeksi menular seksual
- Terapi obat hormon untuk gangguan tiroid atau PCOS
- Anjuran untuk olahraga, makan makanan sehat, meditasi, atau konseling dengan psikolog untuk mengatasi stres
- Memilih alternatif kontrasepsi yang lebih sesuai dan minim efek samping
Oleh karena itu, penting untuk memeriksakan tanda polimenorea ke dokter agar bisa dipastikan penyebabnya. Jadi, penanganan yang diberikan pun lebih tepat. Kondisi polimenorea juga sebaiknya diperiksakan segera saat disertai kram perut hebat, darah haid berbau busuk, demam tinggi, diare, muntah, atau pusing sampai pingsan.