Transplantasi jantung merupakan langkah penanganan terakhir untuk mengatasi penyakit jantung. Tindakan ini dilakukan bila pemberian obat-obatan dan metode pengobatan lain sudah tidak lagi efektif untuk mengatasi masalah jantung yang terjadi.
Transplantasi jantung adalah proses pengangkatan jantung yang sudah tidak bekerja secara optimal dan menggantinya dengan yang sehat. Prosedur transplantasi jantung aman dilakukan selama pasien tetap menjalani pemeriksaan rutin setelahnya.
Syarat untuk Melakukan Transplantasi Jantung
Transplantasi jantung dapat dipertimbangkan untuk seseorang yang berada dalam kondisi berikut ini:
- Mengalami gagal jantung parah
- Memiliki peluang hidup yang rendah bila tidak mendapatkan donor jantung
- Tidak merokok
- Memiliki kondisi yang cukup sehat untuk menjalani operasi serta perawatan selama dan setelah transplantasi
- Bersedia dan mampu mengikuti program medis yang diberikan oleh tim dokter
Namun, tranplantasi jantung tidak disarankan jika penderita penyakit jantung atau gagal jantung mengalami kondisi sebagai berikut:
- Memiliki riwayat penyakit kanker atau penyakit lain yang berisiko besar
- Berusia lanjut sehingga dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk pulih dari bedah transplantasi
- Menolak atau tidak bersedia mengubah pola hidup demi menjaga kesehatan jantung baru
- Memiliki penyakit lain, infeksi parah, atau obesitas
Prosedur Transplantasi Jantung
Operasi transplantasi jantung dilakukan demi keselamatan dan peningkatan kualitas hidup pasien. Secara garis besar, berikut ini adalah tahapan transplantasi jantung:
Tahap I: Menemukan donor yang tepat
Bukan perkara mudah menemukan donor yang tepat. Donor jantung biasanya berasal dari orang yang baru meninggal dengan kondisi jantung yang masih baik, misalnya karena kecelakaan lalu lintas atau mati batang otak.
Meski sudah menemukan donor, banyak faktor yang harus dicocokkan, seperti golongan darah, ukuran jantung, dan seberapa parah kondisi penerima donor jantung. Selain itu, dokter juga akan mempertimbangkan risiko yang dapat dihadapi penerima donor.
Perlu diketahui pula bahwa perpindahan jantung dari donor kepada penerima tidak boleh lebih dari 4 jam agar jantung tetap berfungsi dengan baik.
Tahap II: Mengangkat jantung penerima donor
Setelah jantung yang tepat diperoleh, dokter akan melakukan prosedur pengangkatan jantung pada penerima donor. Tingkat kesulitan dan lamanya proses pengangkatan jantung, tergantung pada riwayat kesehatan jantung penerima donor.
Jantung yang sudah melalui beberapa kali tindakan pembedahan umumnya membutuhkan waktu lebih lama dan lebih sulit untuk diangkat.
Tahap III: Memasang jantung dari donor
Proses implantasi atau penempatan jantung ke penerima mungkin menjadi prosedur termudah dibandingkan proses-proses sebelumnya. Bahkan, secara umum hanya dibutuhkan 5 jahitan saja agar jantung dari donor bisa berfungsi dengan baik di tubuh barunya.
Proses ini bertujuan untuk menyambungkan pembuluh-pembuluh darah besar di jantung baru ke pembuluh darah yang akan mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
Risiko Transplantasi Jantung
Sebelum melakukan operasi transplantasi jantung, pasien dan keluarga bisa berkonsultasi lebih dulu dengan dokter untuk mengetahui apa manfaat dan risiko dari prosedur ini.
Beberapa risiko yang bisa terjadi dari transplantasi jantung adalah:
1. Efek samping pengobatan
Setelah menjalani transplantasi jantung, pasien diharuskan untuk mengonsumsi obat imunosupresan sepanjang hidup. Hal ini dilakukan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap jantung yang dicangkokkan.
Namun, jika dikonsumsi terus-menerus, obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti kerusakan ginjal. Oleh karena itu, konsumsi obat sesuai dosis dan petunjuk yang diberikan dokter.
2. Infeksi
Obat imunosupresan bekerja dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Melemahnya sistem kekebalan tubuh bisa menyebabkan infeksi sulit sembuh. Oleh karena itu, penting untuk selalu memeriksakan kondisi kesehatan jantung secara rutin, terutama pada tahun pertama setelah transplantasi.
3. Kanker
Potensi kanker akan meningkat karena sistem kekebalan menurun akibat mengonsumsi obat imunosupresan. Kanker limfoma non-Hodgkin adalah jenis kanker yang paling berisiko terjadi saat pasien menjalani pengobatan setelah transplantasi jantung.
4. Masalah pada pembuluh arteri
Penebalan dan pengerasan pembuluh darah arteri adalah salah satu risiko setelah melakukan transplantasi jantung. Kondisi ini membuat sirkulasi darah di jantung tidak lancar dan memicu gangguan irama jantung, gagal jantung, atau serangan jantung.
5. Penolakan jantung baru oleh tubuh
Risiko terbesar dari proses transplantasi jantung adalah penolakan tubuh terhadap jantung yang baru. Untuk mencegah hal ini terjadi, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi obat imunosupresan yang telah diresepkan dokter dan menjalani pemeriksaan ke dokter secara berkala.
Setelah transplantasi jantung, pasien juga disarankan menerapkan gaya hidup dan pola makan sehat, berolahraga secara rutin, serta mengendalikan stres.
Bila Anda mengalami gejala tertentu setelah menjalani transplantasi jantung, seperti demam, sesak napas, dan berat badan naik tanpa sebab yang jelas, segera periksakan kondisi Anda ke dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.