Reaksi alergi terhadap antibiotik diperkirakan terjadi pada sekitar 1 dari 15 orang. Meski umumnya kondisi ini tidak berbahaya, tetapi pada kasus tertentu, gejala alergi antibiotik yang muncul bisa cukup parah hingga berpotensi mengancam nyawa.
Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengobati atau mencegah berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri, misalnya infeksi tenggorokan, infeksi telinga, infeksi saluran kemih, pneumonia, dan sepsis.
Ada beragam jenis dan golongan antibiotik yang masing-masing memiliki cara kerja dan efektivitas tersendiri dalam melawan jenis bakteri tertentu. Agar efektif digunakan, konsumsi antibiotik harus sesuai resep dan petunjuk dokter.
Penggunaan antibiotik juga sebaiknya dalam pengawasan dokter agar dokter dapat memastikan bahwa jenis antibiotik yang diresepkan efektif, aman, dan tidak berisiko menimbulkan alergi pada tubuh.
Berbagai Gejala Alergi Antibiotik
Reaksi alergi antibiotik biasanya muncul setelah penderita mengonsumsi obat antibiotik tertentu. Jenis antibiotik yang paling sering menimbulkan reaksi alergi adalah antibiotik golongan penisilin, sefalosporin, dan golongan sulfa.
Berdasarkan tingkat keparahannya, gejala alergi antibiotik bisa dikategorikan sebagai berikut:
Gejala alergi antibiotik ringan
Reaksi alergi antibiotik dapat dikatakan ringan bila penggunaan antibiotik hanya menimbulkan gejala ringan dan tidak mengancam nyawa, seperti muncul ruam atau bercak kemerahan pada kulit, gatal-gatal, serta pembengkakan pada kulit.
Gejala alergi antibiotik sedang
Gejala alergi antibiotik tergolong sebagai reaksi alergi sedang jika menimbulkan keluhan yang lebih berat, seperti:
- Kulit melepuh dan mengelupas
- Diare
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan
- Pembengkakan yang lebih parah di bagian tubuh tertentu, seperti bibir dan kelopak mata, dan disertai rasa gatal
Gejala alergi antibiotik berat dan berbahaya
Untuk beberapa kasus, antibiotik juga dapat menimbulkan reaksi alergi yang parah atau disebut juga anafilaksis. Ketika mengalami gejala alergi parah, seseorang akan mengalami tanda dan gejala berikut ini:
- Lemas
- Kesemutan
- Sesak napas
- Peningkatan detak jantung atau dada berdebar
- Penurunan kesadaran atau pingsan
Meski jarang terjadi, penderita yang mengalami anafilaksis bisa saja kehilangan nyawa jika tidak segera ditangani. Selain itu, reaksi alergi berat akibat penggunaan antibiotik juga bisa menimbulkan kondisi yang disebut sindrom Stevens-Johnson.
Penanganan Alergi Antibiotik
Alergi antibiotik, baik yang ringan maupun berat dan berpotensi mengancam nyawa, merupakan kondisi yang perlu diperiksa dan segera ditangani oleh dokter. Hal ini bertujuan agar dokter dapat mendeteksi jenis antibiotik yang menimbulkan reaksi alergi tersebut.
Untuk memastikan penyebab alergi yang dialami penderita secara lebih spesifik, dokter akan melakukan tes alergi, baik dalam bentuk pemeriksaan darah atau tes tusuk kulit. Setelah dokter memastikan bahwa reaksi alergi yang terjadi memang disebabkan oleh antibiotik, dokter akan segera menghentikan pemberian antibiotik tersebut.
Jika kondisi penderita mengharuskan untuk tetap menggunakan antibotik, dokter akan mengganti jenis antibiotik yang digunakan dengan antibiotik jenis lain yang berisiko lebih rendah untuk menimbulkan reaksi alergi.
Selain menghentikan atau mengganti obat antibiotik, dokter juga dapat menangani reaksi alergi antibiotik pada penderita dengan memberikan obat-obatan, seperti:
1. Antihistamin
Obat antihistamin diberikan dengan tujuan untuk mengurangi atau menghentikan rasa gatal, ruam, dan bersin akibat reaksi alergi antibiotik. Konsumsi obat antihistamin dapat menyebabkan munculnya rasa kantuk dan sulit konsentrasi, sehingga Anda tidak disarankan untuk mengonsumsi obat ini ketika sedang berkendara.
Selain menimbulkan efek kantuk, antihistamin juga bisa menimbulkan efek samping lain berupa bibir dan mulut kering, mual dan muntah, gelisah, sulit buang air kecil, serta penglihatan kabur.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi antibiotik yang serius. Obat-obatan kortikosteroid bisa diberikan dalam sediaan oral (obat minum) atau melalui suntikan.
Umumnya, penggunaan kortikosteroid tidak menyebabkan efek samping yang signifikan, jika dikonsumsi dengan dosis rendah dan kurun waktu singkat sesuai anjuran dokter.
3. Epinephrine
Epinephrine diberikan untuk mengatasi alergi antibiotik yang menyebabkan seseorang mengalami reaksi anafilaksis. Obat ini diberikan dengan cara disuntik. Suntikan epinephrine berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah dan mengatasi pembengkakan pada saluran pernapasan sehingga penderita bisa bernapas secara normal kembali.
Dengan penanganan yang tepat, reaksi alergi antibiotik umumnya bisa diatasi. Namun, jika alergi antibiotik yang muncul cukup berat, Anda mungkin harus mendapatkan penanganan dan perawatan di rumah sakit selama beberapa hari agar dokter dapat memantau kondisi Anda.
Sebagai catatan, penting bagi Anda untuk selalu memperhatikan efek samping obat-obatan yang sedang dikonsumsi, termasuk antibiotik. Apabila Anda memiliki riwayat alergi antibiotik, catatlah jenis obat antibiotik yang menimbulkan reaksi alergi tersebut agar Anda dapat menginformasikan kepada dokter.
Anda juga dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter bila mengalami gejala alergi antibiotik, baik ringan maupun berat. Hal ini dilakukan agar dokter dapat memastikan penyebabnya dan melakukan tindakan penanganan yang tepat sesuai kondisi yang Anda alami.