Resistensi antibiotik kerap terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya karena dosisnya tidak sesuai atau konsumsinya tidak tuntas. Kondisi ini perlu dicegah dan segera ditangani sebab bisa membahayakan kesehatan penderitanya.
Antibiotik berfungsi untuk mengobati infeksi bakteri, baik dengan mencegah pertumbuhan atau membunuh bakteri. Jenis obat ini beragam dan penggunaannya perlu disesuaikan dengan tipe bakteri yang memicu infeksi.
Pemakaiannya pun perlu sesuai indikasi atau anjuran dokter. Pasalnya, penggunaan yang sembarangan bisa saja memicu resistensi antibiotik. Kondisi ini bisa mengakibatkan bakteri kebal terhadap obat, sehingga pengobatan tidak efektif.
Penyebab Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik dapat dialami siapa saja. Kondisi ini umumnya baru terdeteksi saat penyakit akibat infeksi bakteri tidak kunjung sembuh dengan penggunaan antibiotik.
Kondisi tersebut perlu dicegah dan tidak boleh dibiarkan karena dapat memperburuk penyakit infeksi bakteri, jangka waktu pengobatan atau rawat inap di rumah sakit berlangsung lebih lama, bahkan kematian akibat gagal pengobatan. Berikut ini adalah beberapa penyebab resistensi antibiotik:
1. Penggunaan antibiotik yang berlebihan
Penggunaan antibiotik yang berlebihan merupakan penyebab paling umum terjadinya resistensi antibiotik. Hal ini bisa terjadi akibat konsumsi antibiotik dengan dosis yang berlebihan atau durasi penggunaan antibiotik yang terlalu lama.
2. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
Resistensi antibiotik dapat pula disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat. Misalnya, karena sering lupa konsumsi antibiotik saat pengobatan atau tiba-tiba berhenti minum obat tanpa anjuran dokter.
Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak tepat sasaran juga bisa memicu resistensi obat. Sebagai contoh, infeksi virus tapi justru diobati dengan antibiotik.
3. Perubahan respons bakteri
Terjadinya perubahan respons bakteri terhadap antibiotik bisa menyebabkan seseorang mengalami resistensi antibiotik. Perubahan respons ini dapat terjadi akibat mutasi bakteri yang membuat bakteri lebih tahan terhadap senyawa dalam antibiotik.
Mutasi tersebut juga mengakibatkan antibiotik tidak dapat mengenali dan melawan bakteri. Bahkan, hal ini pula yang membuat bakteri bisa menurunkan kinerja dan fungsi antibiotik.
4. Penularan infeksi bakteri yang telah kebal obat
Bakteri yang sudah kebal terhadap antibiotik diketahui bisa menular dari orang yang terinfeksi ke orang yang sehat. Penularan ini disebut juga dengan transmitted resistance.
Ketika seseorang terinfeksi bakteri yang ‘kebal’ tersebut, kemungkinan besar penggunaan antibiotik yang spesifik untuk melawan bakteri ini tidak akan efektif. Salah satu penyakit infeksi bakteri kebal obat yang bisa menular adalah multidrug resistant tuberculosis atau disebut juga TB MDR.
Diagnosis dan Penanganan Resistensi Antibiotik
Untuk mengetahui resistensi antibiotik, dokter akan menyarankan tes sensitivitas antibiotik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah antibiotik tertentu masih efektif untuk mengatasi infeksi bakteri yang dialami penderitanya.
Jika hasil tes menunjukkan bakteri resisten atau kebal terhadap antibiotik tertentu, seseorang dapat dikatakan mengalami resistensi antibiotik. Untuk mengatasi infeksi yang dialami, dokter akan memberikan obat yang berbeda atau mengganti jenis antibiotik yang dikonsumsi.
Perlu Anda ingat bahwa tidak semua penyakit dapat ditangani oleh antibiotik. Penggunaannya hanya ditujukan untuk mengobati infeksi bakteri. Oleh karena itu, Anda tidak disarankan untuk minta diresepkan antibiotik ke dokter jika memang tidak diperlukan atau membelinya secara sembarangan.
Namun, bila antibiotik diperlukan untuk mengatasi penyakit yang dialami, pastikan Anda hanya mengonsumsinya sesuai aturan yang dianjurkan oleh dokter. Jangan lupa juga untuk menghabiskan antibiotik yang diberikan meski sudah merasa lebih baik agar risiko mengalami resistensi antiobiotik dapat dicegah.