Posisi litotomi merupakan posisi yang umum digunakan selama proses persalinan. Namun, posisi melahirkan ini ternyata juga bisa menimbulkan efek samping bagi ibu hamil dan janin, terutama jika proses persalinan atau operasi berlangsung lama.
Saat persalinan normal, ibu hamil diminta untuk berbaring dengan posisi kedua kaki terbuka, tungkai diangkat, dan lutut ditekuk. Posisi inilah yang disebut sebagai posisi litotomi.
Tak hanya saat persalinan, posisi litotomi juga sering digunakan saat pemeriksaan vagina dan prosedur medis di area panggul, misalnya kolposkopi, operasi saluran kemih, operasi usus besar, operasi tumor di prostat, dan kuretase.
Meski umum digunakan, beberapa studi menyebutkan bahwa berbaring dengan posisi litotomi selama operasi berisiko menimbulkan cedera pada tungkai bawah, terutama jika prosedur medis berlangsung cukup lama.
Berbagai Komplikasi Akibat Posisi Litotomi
Posisi litotomi lebih banyak digunakan pada proses persalinan karena dokter dapat lebih mudah memantau kondisi ibu dan bayi. Faktanya, posisi ini memiliki beberapa efek samping bagi ibu maupun bayi. Efek samping tersebut meliputi:
1. Memperlambat proses persalinan
Menurut beberapa penelitian, posisi litotomi dapat menurunkan tekanan darah ibu dan membuat kontraksi rahim terasa lebih menyakitkan. Posisi litotomi juga dipercaya membuat proses persalinan menjadi lebih lama.
Dibandingkan litotomi, beberapa dokter dan bidan menyebutkan bahwa posisi jongkok lebih efektif selama persalinan normal. Posisi tersebut juga dianggap dapat mengurangi rasa sakit akibat kontraksi dan mempercepat terbukanya saluran lahir, sehingga mempermudah persalinan.
2. Meningkatkan risiko episiotomi
Episiotomi adalah sayatan yang dibuat sepanjang perineum atau daerah antara vagina dan anus guna memperlebar ukuran jalan lahir saat persalinan. Tindakan ini biasanya dilakukan oleh dokter atau bidan guna mencegah robekan jalan lahir yang parah. Meski begitu, tidak semua wanita menjalani prosedur ini saat melahirkan.
Beberapa riset menyebutkan bahwa ibu yang melahirkan normal dengan posisi litotomi lebih berisiko memerlukan episiotomi. Hal ini karena posisi litotomi diketahui dapat meningkatkan risiko cedera pada perineum.
3. Memperbesar kemungkinan operasi caesar
Dibandingkan dengan posisi jongkok, melahirkan dengan posisi litotomi bisa meningkatkan risiko operasi caesar, terutama bila ibu hamil menjalani kehamilan berisiko tinggi.
Selain itu, posisi litotomi juga bisa memperbesar kemungkinan penggunaan alat bantu saat persalinan, seperti forceps atau vakum untuk mengeluarkan bayi dari jalan lahir.
4. Meningkatkan risiko cedera otot anus
Melahirkan dengan posisi litotomi diketahui dapat meningkatkan risiko cedera otot sfingter anus pada ibu melahirkan akibat meningkatnya tekanan di bagian tersebut.
Cedera sfingter menimbulkan efek jangka panjang seperti rasa sakit dan tidak nyaman di anus, inkontinensia tinja, fistula ani, dan disfungsi seksual.
Selain persalinan dengan posisi litotomi, sebenarnya ada beberapa alternatif posisi melahirkan lainnya yang meliputi berjongkok atau squat, bersandar, berlutut, bahkan menggunakan kursi persalinan atau birthing stool.
Perlu diingat bahwa melahirkan dengan posisi litotomi atau metode apa pun selalu memiliki efek samping atau komplikasi yang menyertai. Oleh karena itu, Anda dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter atau bidan untuk menentukan metode persalinan yang aman dan sesuai kondisi Anda.