Ruptur uteri adalah rahim robek yang sering kali terjadi akibat komplikasi saat persalinan normal. Kondisi ini terjadi terutama pada wanita yang pernah menjalani operasi di area rahim. Ruptur uteri merupakan kondisi gawat darurat, karena dapat berakibat fatal baik pada ibu hamil maupun janinnya.
Uterus atau rahim adalah organ yang dapat mengembang seiring pertumbuhan janin dan akan menyusut setelah janin dilahirkan. Pada ruptur uteri, rahim dapat robek akibat tekanan yang hebat selama proses persalinan. Robekan pada uterus tersebut dapat menyebabkan janin masuk ke dalam rongga perut.
Ruptur uteri sangat jarang terjadi, yaitu hanya sekitar 1% dari kasus persalinan pada ibu yang pernah menjalani operasi rahim. Ruptur uteri pada ibu hamil yang tidak pernah menjalani operasi rahim juga bisa terjadi, tetapi angka kejadiannya lebih kecil, yaitu hanya sekitar 0,01%.
Penyebab Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robekan yang umumnya terjadi pada bekas luka di area rahim, misalnya akibat operasi caesar, terutama jika terlalu dekat dengan persalinan yang sebelumnya. Selain itu, robekan pada rahim lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa kondisi berikut:
- Rahim terlalu meregang karena kehamilan kembar, polihidramnion, atau makrosomia
- Terlalu banyak mendapat obat induksi persalinan
- Pernah operasi pada rahim sebelumnya, misalnya operasi angkat miom
- Pernah melahirkan sebanyak 5 kali atau lebih (grandemultipara)
- Usia kehamilan lebih dari 40 minggu (kehamilan postterm)
- Mengalami perlengketan plasenta (plasenta akreta)
- Memiliki kelainan pada bentuk dan struktur rahim
- Mengalami cedera di area perut, misalnya akibat kecelakaan atau tindakan kriminal
Selain pada ibu hamil, ruptur uteri bisa terjadi pada wanita yang tidak hamil. Ruptur uteri juga dapat terjadi akibat kecelakaan, jatuh, serta tusukan, pukulan, atau luka tembak ke bagian perut, atau kanker choriocarcinoma.
Gejala Ruptur Uteri
Gejala ruptur uteri tidak khas dan baru dapat terdeteksi selama proses persalinan. Selain itu, gejala tersebut dapat memburuk dengan cepat. Gejala ruptur uteri bisa terjadi pada ibu maupun janin.
Pada ibu, gejala ruptur uteri yang dapat terjadi antara lain:
- Nyeri hebat di perut yang terjadi secara tiba-tiba
- Kontraksi rahim berkurang atau berhenti
- Perdarahan hebat dari vagina
- Nyeri parah yang mendadak di area bekas luka operasi rahim
- Penonjolan di perut bagian bawah dekat tulang kemaluan
- Denyut jantung sangat cepat (takikardia)
- Tekanan darah menurun drastis (hipotensi)
Sementara itu, gejala ruptur uteri pada janin adalah penurunan denyut jantung dan melambat atau berhentinya gerakan janin (fetal distress).
Kapan harus ke dokter
Seperti yang telah disebutkan, ruptur uteri adalah kondisi gawat darurat. Jika Anda mengalami gejala-gejala ruptur uteri, segera cari pertolongan medis ke dokter atau IGD rumah sakit terdekat, terutama bila sebelumnya pernah menjalani operasi rahim, termasuk caesar.
Diagnosis Ruptur Uteri
Diagnosis ruptur uteri sulit dilakukan hanya dengan pemeriksaan fisik. Meski sulit, diagnosis perlu ditegakkan dokter dengan cepat untuk menyelamatkan ibu dan janin.
Jika dokter mencurigai adanya tanda dan gejala ruptur uteri selama persalinan, dokter akan segera memeriksa kondisi ibu dan menilai kondisi janin dengan USG kandungan dan cardiotocography.
Pada USG kandungan, dokter akan memeriksa ada atau tidaknya tanda-tanda berikut:
- Bentuk dinding rahim tampak tidak normal
- Gumpalan darah di dekat bekas luka operasi rahim
- Terdapat darah di dalam rongga perut (hemoperitoneum)
- Volume cairan ketuban sangat sedikit (anhidroamnion)
- Sebagian janin keluar dari dinding rahim
Pengobatan Ruptur Uteri
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ruptur uteri merupakan kondisi gawat darurat. Oleh sebab itu, dokter akan segera melakukan operasi untuk mengeluarkan bayi dan menghentikan perdarahan. Jika diperlukan, dokter juga akan memberikan transfusi darah.
Sering kali, dokter harus melakukan operasi angkat rahim (histerektomi), terutama jika robekan yang terjadi cukup luas dan perdarahan sangat banyak.
Komplikasi Ruptur Uteri
Jika tidak segera tertangani, ruptur uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat pada ibu sehingga ibu mengalami syok hipovolemik yang berujung pada kematian ibu atau janin.
Bila selamat, baik bayi maupun ibu berisiko mengalami kekurangan oksigen, kejang, dan kerusakan otak. Sementara itu, komplikasi dari tindakan histerektomi adalah ibu tidak bisa hamil kembali.
Pencegahan Ruptur Uteri
Upaya utama untuk mencegah terjadinya ruptur uteri adalah dengan kontrol kehamilan secara rutin, terutama jika pernah operasi caesar atau operasi lain pada rahim. Kontrol kehamilan rutin juga perlu dilakukan jika ibu hamil memiliki faktor risiko seperti yang telah disebutkan.
Selain itu, diskusikan dengan dokter terkait perlunya operasi caesar jika persalinan sebelumnya juga melalui operasi caesar. Hal ini bukan berarti persalinan normal tidak dapat dilakukan pada ibu hamil yang pernah operasi caesar. Hanya saja, konsultasi dengan dokter perlu dilakukan untuk mewaspadai dan mencegah ruptur uteri.