Selective mutism adalah kondisi ketika seseorang mendadak tidak mampu berbicara pada situasi tertentu, misalnya di depan banyak orang atau dengan orang yang jarang ditemui. Kondisi ini umumnya berkaitan dengan gangguan kecemasan pada anak.
Selective mutism atau bisu selektif bisa terjadi pada siapa saja, tetapi paling sering dialami oleh anak usia 2–4 tahun. Gangguan kecemasan ini biasanya pertama kali diketahui ketika anak mulai berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya, seperti saat masuk taman kanak-kanak (TK) atau sekolah.
Selective mutism umumnya membaik seiring bertambahnya usia anak. Namun, kondisi ini bisa berlanjut dan bertahan hingga dewasa, terutama bila tidak ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda selective mutism sedini mungkin.
Mengenal Berbagai Tanda Selective Mutism
Anak atau orang dewasa dengan selective mutism mampu berbicara dengan normal pada keluarga atau teman dekatnya. Akan tetapi, ketika ada orang lain yang tidak dikenal atau jarang ditemui, anak atau orang tersebut mendadak diam seolah tidak mampu berbicara dengan ekspresi wajah yang “membeku”.
Seseorang bisa dikatakan mengalami selective mutism bila gejala tersebut berlangsung selama 1–2 bulan sejak mulai berinteraksi di lingkungan baru, misalnya sekolah. Selain itu, penderitanya juga mengalami kesulitan di sekolah atau tempat kerja karena ketidakmampuannya untuk berbicara dengan orang asing.
Pada situasi ini, anak dengan selective mutism juga menghindari kontak mata dengan orang lain dan menunjukkan beberapa gejala berikut ini:
- Gugup, gelisah, atau canggung
- Kasar dan mudah marah
- Suka menyendiri atau bersembunyi
- Agresif, misalnya marah saat ditanyai orang tua atau mengamuk saat pulang sekolah
Beberapa anak mungkin ada yang masih bisa menggunakan gerakan sebagai bentuk komunikasi, misalnya mengangguk untuk menyatakan “iya” atau menggelengkan kepala untuk “tidak”.
Ada pula yang mampu berbicara, tetapi hanya dengan bisikan. Bahkan, ada juga anak yang cenderung menghindari segala bentuk komunkasi, baik lisan, tulisan, maupun isyarat.
Memahami Penyebab Selective Mutism
Selective mutism diketahui berakar dari coping mechanism seseorang dalam mengatasi gangguan kecemasan. Menurut berbagai riset, 80% anak dengan selective mutism juga menderita fobia sosial.
Namun, perlu diingat bahwa fobia sosial dan selective mutism adalah dua kondisi yang berbeda. Pada selective mutism, penderitanya tidak merasa cemas sama sekali saat berbicara dengan orang yang sudah dikenalnya.
Akan tetapi, orang dengan fobia sosial akan merasa sulit atau tidak nyaman saat berinteraksi dengan orang yang sudah ia kenal. Selain itu, ada beberapa penyebab selective mutism lainnya, yaitu:
- Riyawat kekerasan fisik, emosional, atau seksual
- Riwayat keluarga dengan selective mutism atau fobia sosial
- Tidak diajak bersosialisasi sejak dini
- Kepribadian yang sangat pemalu
- Gangguan bicara atau bahasa
Pengalaman traumatis, seperti menyaksikan penembakan atau mengalami pelecehan seksual, juga bisa menyebabkan selective mutism yang berkembang di masa dewasa.
Pada kondisi ini, penderitanya merasa tidak mampu berbicara hanya dalam situasi tertentu, misalnya di depan orang yang menyakitinya atau di tempat yang mirip dengan keadaan yang membuatnya trauma.
Menangani Selective Mutism
Penanganan selective mutism berfokus untuk mengurangi kecemasan yang menyebabkan seseorang tidak bisa berbicara dengan orang asing.
Jika dipaksa berbicara tanpa melalui perawatan, penderitanya justru bisa mengalami stres, depresi, bahkan mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Oleh karena itu, selective mutism perlu ditangani dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa pilihan penanganan selective mutism yang umumnya diberikan oleh ahli kesehatan mental:
- Terapi wicara, bila gangguan bicara yang menyebabkan seseorang mengalami selective mutism
- Terapi perilaku kognitif, berfokus pada perubahan pola pikir negatif tentang diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar
- Terapi perilaku, memulai percakapan secara bertahap dengan orang yang tidak dikenal hingga merasa nyaman
Bagi orang tua yang melihat tanda-tanda selective mutism pada anak, sebaiknya jangan memaksa anak untuk berbicara, tetapi beri tahu anak bahwa Anda memahami mengapa ia kesulitan berbicara di depan orang lain. Yakinkan anak melalui komunikasi nonverbal, misalnya dengan tersenyum atau memeluknya.
Selective mutism yang tidak ditangani bisa menghambat kemampuan anak atau orang dewasa dalam melakukan berbagai pekerjaan maupun menjalin hubungan persahabatan dan asmara.
Oleh karena itu, bila Anda atau anak Anda mengalami gejala selective mutism hingga kesulitan bersosialisasi atau telah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya tetapi tetap gagal, jangan ragu mencari bantuan ke psikolog, ya.