Protein merupakan salah satu nutrisi penting bagi tubuh. Namun, bagi penderita alergi protein, nutrisi ini justru bisa memicu munculnya reaksi alergi yang mengganggu atau bahkan berisiko membahayakan nyawanya.
Alergi protein terjadi ketika sistem kekebalan tubuh memberikan respons berlebihan terhadap protein dari makanan yang dikonsumsi. Kondisi ini dapat menimbulkan beberapa gejala pada kulit, pencernaan, dan pernapasan.
Gejala alergi protein dapat muncul secara perlahan atau tiba-tiba setelah mengonsumsi makanan yang mengandung protein. Selain makanan, reaksi alergi juga dapat muncul saat terjadi kontak antara kulit dengan protein dalam hewan dan tumbuhan atau benda tertentu, seperti tepung dan susu.
Reaksi alergi ini umumnya menyerang orang dengan riwayat dermatitis atopik dan dermatitis kontak iritan.
Mengenal Sumber Makanan Penyebab Alergi Protein
Semua makanan yang mengandung protein berpotensi menyebabkan reaksi alergi pada penderita alergi protein. Namun, ada beberapa jenis makanan berprotein yang lebih umum menyebabkan alergi, di antaranya:
1. Telur
Baik putih maupun kuning telur, keduanya mengandung protein yang bisa memicu reaksi alergi. Alergi telur bisa terjadi pada siapa saja, tetapi cenderung lebih umum dialami oleh anak-anak. Selain itu, bayi yang masih diberi ASI juga dapat mengalami reaksi alergi protein jika ibunya mengonsumsi telur.
2. Ikan
Alergi ikan adalah salah satu jenis alergi protein yang sering terjadi pada orang dewasa. Reaksi alergi ini disebabkan oleh protein yang terdapat pada jenis ikan tertentu, baik ikan laut maupun ikan air tawar. Alergi protein ikan bisa terjadi saat penderita alergi protein mengonsumsi atau bersentuhan dengan ikan.
3. Makanan laut
Reaksi ini disebabkan oleh protein yang terdapat pada makanan laut tertentu, seperti udang, kepiting, tiram, lobster, cumi-cumi, dan gurita. Gejalanya bisa muncul seketika atau beberapa menit setelah mengonsumsi jenis makanan laut ini.
Seseorang bisa mengalami alergi terhadap salah satu atau beberapa jenis makanan laut saja, tetapi bisa juga terhadap semua jenis makanan laut.
4. Kacang
Protein pada kacang juga dapat memicu terjadinya alergi protein. Aneka jenis kacang yang dapat menyebabkan alergi meliputi kacang almond, pistachio, walnut, kacang mede, dan kacang tanah.
5. Susu
Protein dalam susu atau produk yang mengandung susu juga dapat menimbulkan alergi. Alergi protein susu sering terjadi pada anak-anak dan biasanya disebabkan oleh susu sapi. Terkadang, gejala alergi susu bisa mirip dengan intoleransi laktosa, padahal kedua kondisi tersebut berbeda.
Gejala Alergi Protein dan Langkah Pencegahannya
Gejala alergi protein yang timbul karena mengonsumsi telur, makanan laut, susu, dan kacang-kacangan bisa bersifat ringan hingga parah. Reaksi alergi yang umumnya muncul adalah:
- Gatal-gatal dan ruam merah di kulit
- Mata berair dan gatal
- Bibir bengkak
- Gangguan pernapasan, seperti bersin dan hidung tersumbat
- Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah, kram perut, dan diare
Untuk mengatasi dan mencegah alergi protein, ada beberapa cara yang dapat Anda coba lakukan, di antaranya:
Mengenal dan menghindari zat pemicu alergi (alergen)
Untuk mencegah terjadi reaksi alergi, Anda dianjurkan untuk menghindari zat pemicu alergi, dalam hal ini adalah makanan yang mengandung protein. Misalnya, jika Anda mengalami alergi setelah makan telur, sebaiknya Anda tidak mengonsumsi telur dan makanan apa pun yang mengandung telur.
Membaca label kemasan produk sebelum membelinya
Jangan lupa untuk selalu membaca label kemasan produk makanan yang Anda beli. Pastikan produk tersebut tidak mengandung protein yang dapat memicu reaksi alergi pada diri Anda.
Mengonsumsi obat antihistamin
Jika mengalami reaksi alergi ringan seperti yang telah disebutkan di atas, Anda dapat mengonsumsi obat antihistamin untuk meredakan gejala alergi. Untuk menentukan jenis obat yang tepat sesuai kondisi Anda, sebaiknya konsultasikan gejala alergi yang Anda alami ke dokter.
Kapan Harus ke Dokter?
Anda perlu memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami reaksi alergi yang parah, alergi sering kambuh, atau jika Anda tidak mengetahui apa faktor pencetus alergi yang dialami.
Untuk menentukan diagnosis alergi dan mencari faktor pencetusnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes alergi. Setelah itu, dokter akan memberikan penanganan alergi yang tepat.
Meski jarang terjadi, alergi protein juga bisa menyebabkan kondisi kegawatan medis yang disebut reaksi anafilaksis. Reaksi alergi berat ini dapat menimbulkan gejala batuk, pusing, pingsan, lemas, dan pembengkakan di saluran pernapasan yang menyebabkan sesak napas.
Jika Anda mengalami reaksi alergi berat setelah mengonsumsi makanan yang mengandung protein tertentu atau terpapar faktor pencetus alergi lainnya, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan medis.
Mengingat manfaat protein yang baik bagi tubuh, penderita alergi protein dianjurkan untuk melakukan imunoterapi atau terapi desensitisasi. Terapi ini bertujuan untuk melatih tubuh untuk membangun toleransi terhadap protein.
Anda pun sebaiknya berkonsultasi ke dokter mengenai langkah apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi alergi protein tanpa harus menghindari sumber protein sepenuhnya.