Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengeluarkan larangan sementara terkait pemberian obat sirup, terutama untuk anak-anak. Padahal, obat sirup adalah salah satu jenis obat yang paling sering diberikan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan pada anak.
Dibandingkan dengan jenis obat lainnya, obat dalam bentuk cair larutan atau sirup lebih sering diberikan kepada pasien anak-anak. Hal ini karena obat sirup lebih mudah ditelan oleh anak, terutama bagi anak yang belum bisa mengonsumsi obat jenis tablet dan kapsul.
Jenis-Jenis Obat Sirup
Ada beberapa jenis bentukan obat sirup yang biasa diedarkan dan diberikan untuk anak-anak, yaitu:
Obat drop
Obat drop atau tetes adalah bentukan obat sirup yang sering digunakan untuk anak-anak, khususnya bayi. Sesuai namanya, cairan obat akan diteteskan ke mulut anak dengan menggunakan pipet khusus yang umumnya sudah disertakan di dalam kemasan obat. Obat yang bisa ditemukan dalam sediaan tetes dapat berupa vitamin, obat batuk pilek, atau obat demam.
Obat suspensi
Obat sirup bentukan suspensi adalah obat berbentuk padat yang terurai atau terdispersi dalam cairan. Obat sirup bentukan suspensi harus dikocok sebelum dikonsumsi.
Beberapa jenis obat yang sering ditemukan dalam bentuk sirup suspensi adalah obat lambung, obat batuk, obat antikejang, dan antibiotik.
Obat sirup kering
Obat sirup kering adalah obat serbuk yang perlu dilarutkan dengan air terlebih dulu sebelum dikonsumsi. Biasanya, di botol sirup kering terdapat batas tanda penambahan air.
Antibiotik adalah salah satu jenis bentukan sirup kering yang paling sering ditemukan. Setelah dicampurkan dengan air, sirup kering harus habis dalam kurun waktu maksimal 7 hari. Obat sirup mengandung zat atau obat yang umumnya ditambah dengan pelarut, perasa, pewarna, atau pengental.
Alasan Pelarangan Edaran Obat Sirup dari Kemenkes
Maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak membuat Kemenkes RI menginstruksikan bagi fasilitas dan tenaga kesehatan untuk tidak menjual atau meresepkan obat sirup, hingga ada pengumuman resmi berikutnya. Selain itu, para orang tua juga diimbau untuk tidak memberi obat sirup kepada anak tanpa persetujuan dari dokter.
Walau masih perlu diteliti lebih lanjut, alasan utama pelarangan edaran obat sirup adalah dugaan adanya kontaminasi kandungan beracun pada obat sirup yang dicurigai menjadi pemicu peningkatan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak di Indonesia.
Zat tambahan yang saat ini dicurigai adalah dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). DEG dan EG sendiri merupakan pelarut alkohol yang bersifat toksik dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara cepat apabila termakan.
Bahayanya, dietilen glikol dan etilen glikol tidak berbau dan memiliki rasa yang manis sehingga bisa saja tidak disadari bila termakan atau tertelan, apalagi pada anak-anak.
Sampai saat ini, Kemenkes dan BPOM masih terus melakukan pengujian terhadap obat sirup. Jika obat sirup terdeteksi terkontaminasi DEG dan EG, BPOM menginstruksikan untuk dilakukan penarikan dan pemusnahan terhadap obat tersebut.
Karena penelitian dan pemeriksaan masih terus dilakukan, sampai saat ini obat sirup masih dilarang penggunaannya, terutama bagi anak-anak.
Jika anak sakit, lakukanlah pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat dan aman. Orang tua juga diminta untuk waspada terhadap berbagai gejala gagal ginjal akut pada anak, yaitu tidak buang air kecil dan berkurangnya jumlah air seni, serta dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual, dan muntah.
Jadi, kalau anak menunjukkan gejala-gejala tersebut, segeralah bawa ia ke dokter untuk mendapatkan penanganan segera. Jangan lupa juga untuk menginformasikan kepada tenaga kesehatan terkait riwayat kesehatan dan obat-obatan yang dikonsumsi oleh anak.