Sindrom DiGeorge merupakan kelainan genetik yang bisa terjadi pada bayi baru lahir dan dapat mengganggu tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat guna menghindari komplikasi yang dapat muncul di kemudian hari.
Normalnya, seseorang mendapatkan 23 kromosom dari ayah dan 23 kromosom dari ibu sehingga total kromosom 46. Pada penderita sindrom DiGeorge, terjadi kelainan genetik di mana sebagian kecil komponen kromosom 22 hilang, tepatnya yang berlokasi di q11.2. Itulah sebabnya kondisi ini disebut juga sindrom delesi 22q11.2.
Bagian kromosom yang hilang tersebut bisa terjadi dalam sel sprema ayah, sel telur ibu, atau ketika janin berkembang. Kelainan genetik ini bisa berdampak pada hampir seluruh sistem organ tubuh dengan gejala dan tingkat keparahan yang bervariasi.
Beberapa penderita sindrom DiGeorge bisa tumbuh hingga dewasa, tetapi ada pula yang mengalami gangguan kesehatan parah hingga mengakibatkan kematian.
Gejala Sindrom DiGeorge
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Sindrom DiGeorge dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung tingkat keparahan dan sistem organ mana yang terkena dampak kelainan genetik.
Biasanya, gejala sindrom ini sudah terlihat sejak bayi dilahirkan. Namun, ada pula penderita yang baru menunjukkan gejala saat usianya menginjak balita atau anak-anak. Berikut ini adalah beberapa gejala dan tanda sindrom DiGeorge:
- Kelainan bentuk wajah, seperti wajah yang panjang, pangkal hidung yang datar dan lebar, ada lipatan yang menonjol di kelopak mata bagian atas, telinga pendek dan kecil, dagu kecil, serta bibir atas lebih tipis
- Masalah pada bibir dan mulut, seperti bibir sumbing, celah di langit-langit mulut, dan gigi yang kecil
- Adanya bising jantung dan kulit yang mudah kebiruan akibat kelainan jantung bawaan
- Lemah otot
- Kekurangan kalsium dalam darah yang diduga menyebabkan sering kejang
- Gangguan pernapasan, misalnya napas sering sesak dan berat
- Gangguan tumbuh kembang, seperti terlambat bicara dan duduk serta sulit belajar
- Sistem kekebalan tubuh anak lemah, sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi
- Kelainan mental dan perilaku
- Ketidakseimbangan hormon dalam tubuh, terutama hormon pertumbuhan
- Kelainan bentuk tulang belakang, seperti skoliosis
Pengobatan Sindrom DiGeorge
Sejauh ini, tidak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan sindrom DiGeorge. Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mengalaminya perlu menjalani perawatan dan pemantauan kesehatan secara rutin guna mencegah komplikasi yang dapat muncul di kemudian hari.
Seorang anak yang menderita sindrom DiGeorge perlu menerima atau menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala yang meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh, evaluasi tumbuh kembang, pemeriksaan status gizi, dan tes penunjang seperti tes darah.
Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut atau mengobati masalah yang sudah dialami, penderita sindrom DiGeorge dapat diberi beberapa penanganan, seperti:
- Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D, untuk mengobati kekurangan kalsium
- Terapi bicara, jika mengalami hambatan atau kesulitan berbicara
- Fisioterapi, untuk mengatasi masalah pergerakan tubuh
- Psikoterapi, jika terdapat masalah psikologis atau gangguan mental
- Terapi imun, untuk mengatasi gangguan sistem kekebalan tubuh
- Operasi, untuk mengatasi gangguan organ atau bagian tubuh tertentu, seperti cacat bawaan lahir pada jantung dan bibir sumbing
Sindrom DiGeorge memang tidak bisa diobati. Namun, dengan dukungan yang baik dari keluarga serta menjalani pemeriksaan dan terapi secara rutin ke dokter, penderita Sindrom DiGeorge dapat hidup dengan normal, mandiri, dan terhindar dari komplikasi.