Sindrom ekstrapiramidal adalah kondisi tubuh yang bergerak tidak terkendali akibat efek samping penggunaan obat-obatan tertentu. Jenis obat yang paling sering menyebabkan kondisi ini adalah obat untuk terapi gangguan jiwa.
Sindrom ekstrapiramidal ditandai dengan gerakan tak terkendali secara berulang, seperti menggoyangkan kaki atau mengetukkan jari. Pada kondisi yang parah, keluhan ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari penderitanya. Oleh sebab itu, penderita perlu segera memeriksakan diri ke dokter agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Penyebab Sindrom Ekstrapiramidal
Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat efek samping penggunaan obat tertentu. Jenis obat yang paling sering menyebabkan sindrom ekstrapiramidal adalah obat antipsikotik, yang digunakan untuk mengatasi gejala psikosis pada penderita skizofrenia.
Penggunaan obat antipsikotik menghambat kerja dopamine, yaitu hormon yang mengontrol gerak tubuh. Akibatnya, tubuh bergerak secara tidak sadar dan tidak terkendali.
Beberapa obat antipsikotik yang dapat menyebabkan sindrom ekstrapiramidal adalah:
- Chlorpromazine
- Droperidol
- Haloperidol
- Trifluoperazine
- Thioridazine
- Flupentixol
- Fluphenazine
- Risperidone
- Olanzapine
Selain obat antipsikotik, beberapa obat lain yang dapat menyebabkan sindrom ekstrapiramidal adalah:
- Antimuntah, seperti metoclopramide dan prochlorperazine
- Antimania (mood stabilizers), seperti lithium dan carbamazepine
- Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline dan clomipramine
- Obat antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
- Obat attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD), seperti methylphenidate
Faktor risiko sindrom ekstrapiramidal
Sindrom ekstrapiramidal dapat terjadi pada siapa pun yang menggunakan beberapa obat-obatan di atas. Namun, risiko seseorang mengalami sindrom ekstrapiramidal akan lebih tinggi jika ia pernah mengalami sindrom ekstrapiramidal, atau menggunakan obat-obatan yang disebutkan di atas dalam dosis tinggi
Gejala Sindrom Ekstrapiramidal
Sindrom ekstrapiramidal dapat menimbulkan gejala yang bervariasi. Gejala tersebut umumnya muncul beberapa jam setelah penggunaan obat. Akan tetapi, keluhan juga bisa muncul setelah beberapa minggu atau malah sesaat setelah menggunakan obat.
Berdasarkan jenis kondisinya, beberapa gejala sindrom ekstrapiramidal yang dapat dialami penderita adalah:
Akathisia
Akathisia adalah kondisi ketika tubuh tidak bisa diam atau bergerak tanpa henti. Sekitar 5%–36% penderita sindrom ekstrapiramidal mengalami gejala ini.
Adapun beberapa gerakan akathisia yang biasanya muncul adalah:
- Mengayunkan tangan
- Mengetukkan jari
- Menggoyangkan kaki
- Mengusap wajah
Dystonia
Dystonia adalah kondisi otot yang tiba-tiba berkontraksi dengan sendirinya. Gerakan yang terjadi bisa berupa perubahan posisi leher, lengan, atau kaki. Penderita dystonia juga sering kali merasakan nyeri dan kaku otot akibat gerakan tersebut.
Dystonia terjadi pada 25%–40% penderita sindrom ekstrapiramidal. Kondisi ini juga umumnya muncul 48 jam setelah seseorang menggunakan obat tertentu. Beberapa gerakan dystonia yang dapat dialami penderita sindrom ekstrapiramidal adalah:
- Mata berkedip dengan cepat
- Lidah terjulur tanpa bisa dimasukkan kembali
- Leher miring atau menjulur
- Kepala terus menengok
Meski jarang terjadi, distonia juga dapat menyebabkan kaku pada otot laring atau tenggorokan. Kondisi ini bisa berakibat fatal.
Parkinsonisme
Parkinsonisme adalah kumpulan gejala yang mirip dengan gejala penyakit Parkinson. Sekitar 20%–40% penderita sindrom ekstrapiramidal mengalami parkinsonisme.
Umumnya, parkinsonisme muncul beberapa hari setelah penggunaan obat, tetapi juga bisa lebih lama atau lebih cepat. Hal ini karena parkinsonisme biasanya berkembang secara bertahap, tergantung seberapa banyak dosis obat yang digunakan.
Beberapa gejala yang dapat muncul adalah:
- Tremor
- Otot kaku
- Kaku pada otot wajah sehingga ekspresinya tampak datar
- Sulit berbicara
- Gerakan melambat
- Kelainan pada postur tubuh, seperti tangan yang tidak bergerak ketika berjalan
Tardive dyskinesia
Tardive dyskinesia adalah kondisi ketika tubuh bergerak tidak terkendali, terutama di bagian wajah. Gerakan ini muncul secara berulang dan dapat berkembang secara bertahap.
Tardive dyskinesia terjadi pada 30% penderita sindrom ekstrapiramidal. Umumnya, tardive dyskinesia baru muncul 6 bulan setelah penggunaan obat.
Beberapa gerakan tak terkendali yang bisa terjadi adalah:
- Bahu bergerak tidak terkendali
- Mengecapkan bibir
- Mengunyah atau mengisap
- Menyeringai
Neuroleptic malignant syndrome
Neuroleptic malignant syndrome (NMS) adalah jenis gangguan saraf sindrom ekstrapiramidal yang dapat berakibat fatal karena bisa mengakibatkan koma, gagal ginjal, bahkan kematian.
Kondisi ini sangat jarang terjadi, yaitu hanya sekitar 0,02% pada orang yang menggunakan obat antipsikotik. Umumnya, NMS dapat terjadi sesaat setelah penggunaan antipsikotik atau beberapa jam setelahnya.
Gejala yang dapat muncul akibat NMS adalah:
- Otot sangat kaku
- Demam tinggi
- Linglung
- Kejang
Kapan harus ke dokter
Hentikan pemakaian obat dan lakukan pemeriksaan ke dokter jika muncul gejala di atas setelah menggunakan obat-obatan apa pun. Segera cari pertolongan di IGD jika timbul gejala NMS seperti yang telah dijabarkan. Pengobatan sedini mungkin bisa meredakan gejala sindrom ekstrapiramidal.
Diagnosis Sindrom Ekstrapiramidal
Dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami pasien, termasuk kapan pertama kali gejala muncul. Dokter juga akan bertanya mengenai obat-obatan yang digunakan oleh pasien dan riwayat penyakit pasien.
Selanjutnya, dokter akan melakukan tes fisik menyeluruh, termasuk pemeriksaan saraf. Dokter umumnya sudah dapat menegakkan diagnosis sindrom ekstrapiramidal setelah tanya jawab dan rangkaian pemeriksaan tersebut.
Pengobatan Sindrom Ekstrapiramidal
Dokter akan terlebih dahulu meminta pasien berhenti menggunakan obat yang diduga menyebabkan sindrom ekstrapiramidal. Jika pasien perlu menggunakan obat tersebut, dokter dapat mengurangi dosis atau menggantinya dengan obat lain.
Untuk meredakan gejala yang dialami pasien, dokter juga dapat memberikan beberapa obat-obatan berikut:
- Obat penenang dan pelemas otot, seperti benzodiazepine
- Obat antikolinergik, seperti trihexyphenidyl atau benztropine
- Obat penghambat beta, seperti propanolol
Pada pasien yang mengalami tardive dyskinesia, dokter juga dapat melakukan suntik botox untuk meredakan kedutan di wajah.
Komplikasi Sindrom Ekstrapiramidal
Sindrom ekstrapiramidal dapat menimbulkan gejala yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Akibatnya, penderita sindrom ini sulit bergerak, sulit berkomunikasi dengan orang lain, tidak dapat tidur, atau sulit untuk menyelesaikan pekerjaan sendiri.
Jika dibiarkan, penderita sindrom ekstrapiramidal dapat mengalami stres atau frustasi.
Sementara pada kasus yang berat, sindrom ekstrapiramidal dapat menyebabkan komplikasi berikut:
- Sulit bernapas akibat kaku di otot tenggorokan, tetapi kasus ini jarang terjadi
- Kerusakan atau kematian jaringan otot (rhabdomyolysis) jika sindrom ekstrapiramidal terjadi dalam waktu yang lama
Pada akhirnya, sindrom ekstrapiramidal bisa mengakibatkan penderitanya merasa takut untuk mengonsumsi obat sehingga gejala penyakit yang diderita pasien bisa kambuh.
Pencegahan Sindrom Ekstrapiramidal
Sindrom ekstrapiramidal sulit dicegah. Namun, risiko terjadinya kondisi tersebut dapat dikurangi dengan kontrol rutin ke dokter jika sedang menggunakan obat tertentu, salah satunya obat antipsikotik.
Risiko terjadinya sindrom ekstrapiramidal juga dapat dikurangi dengan menggunakan obat sesuai saran dokter. Pasien tidak dianjurkan untuk mengurangi dosis atau menggantinya dengan obat lain tanpa persetujuan dokter.