Sindrom Tourette adalah gangguan bawaan pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan gerakan atau suara berulang yang tidak bisa dikontrol oleh penderitanya. Meskipun tidak selalu memerlukan perawatan, sindrom ini sebaiknya dikenali dan ditangani sedini mungkin untuk memudahkan hidup penderitanya.
Penyebab pasti sindrom Tourette belum diketahui. Namun, ada beberapa kondisi yang bisa menjadi faktor risiko seseorang mengalami sindrom ini, seperti kelainan genetik maupun kelainan pada zat kimia otak. Meski bisa diderita oleh siapa saja, laki-laki lebih rentan mengalami sindrom Tourette.
Pengobatan sindrom Tourette dilakukan untuk meringankan gejalanya, terutama jika sudah mengganggu aktivitas sehari-hari penderita.
Gejala Sindrom Tourette
Kedutan, gerakan, dan suara berulang yang tak terkendali merupakan gejala utama sindrom Tourette. Gejala yang disebut tic ini biasanya muncul pertama kali saat penderitanya berusia 5–10 tahun dan akan membaik atau menghilang secara bertahap sampai memasuki usia dewasa. Namun, pada beberapa kasus, tic yang sudah hilang dapat muncul kembali, bahkan menjadi lebih parah.
Tic dapat dibedakan menjadi tic motorik (melibatkan gerakan tubuh) dan tic vokal (suara). Berikut ini adalah penjelasannya:
Tic motorik
Tic motorik cukup umum dialami oleh penderita sindrom Tourette. Gejala ini ditandai dengan gerakan yang sama dan berulang, serta biasanya diawali di daerah kepala dan leher. Tic motorik biasanya terjadi sebelum tic vocal muncul.
Berdasarkan keparahannya, tic motorik dibedakan menjadi tic motorik sederhana dan kompleks. Beberapa contoh gejala tics motorik sederhana adalah:
- Mengedipkan mata
- Mengerlingkan mata
- Menggelengkan atau menyentakkan kepala
- Mengangkat bahu
- Mengedutkan hidung
Sementara tic motorik komplek akan menunjukkan beberapa gerakan berikut ini:
- Menyentuh atau mengendus benda
- Mengulangi gerakan yang diamati
- Membungkuk, berputar, atau melompat
Tic vokal
Tic vokal ditandai dengan ucapan atau suara yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terkendali. Walaupun tidak berbahaya, melakukan tic vokal mungkin bisa membuat penderita sindrom Tourette menjadi malu.
Sama seperti tic motorik, tic vokal juga dibedakan menjadi tic sederhana dan kompleks. Berikut ini adalah contoh tic vokal:
- Batuk
- Berdeham
- Mendengkur
- Mengendus
- Mengeluarkan suara hewan, seperti menggonggong atau mendesis
Meskipun jarang terjadi, gejala yang muncul pada tic vokal kompleks antara lain:
- Mengulangi kata atau kalimat sendiri
- Mengulangi kata atau kalimat orang lain
- Mengumpat menggunakan kata-kata vulgar atau kasar
Tic vokal bisa terjadi bersamaan dengan tic motorik. Beberapa penderita sindrom Tourrete juga dapat merasakan kesemutan atau tegang otot. Kondisi tersebut akan menghilang setelah tic terjadi.
Beberapa penderita sindrom Tourette juga mengalami ADHD, sehingga merasa cemas, sulit belajar karena disleksia, hingga OCD.
Semua gejala sindrom Tourette bisa menjadi lebih parah jika penderitanya mengalami stres, kelelahan, cemas, atau terlalu bersemangat.
Penanganan Sindrom Tourette
Perawatan sindrom Tourette tergantung pada tingkat keparahannya. Pada beberapa kasus yang ringan, sindrom Tourette tidak membutuhkan pengobatan khusus. Namun, gejala Sindrom Tourette yang tidak membaik lebih dari 1 tahun atau sampai mengganggu kehidupan sehari-hari memerlukan penanganan.
Berikut ini adalah beberapa penganan sindrom Tourette:
1. Psikoterapi
Penderita sindrom Tourette dapat menjalani psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif (CBT), sebagai salah satu bentuk pengobatan. Terapi ini bertujuan untuk mengendalikan tic dan gejala sindrom Tourrete yang lain.
Terapis atau psikolog akan mendampingi penderita sindrom Tourette untuk mempelajari cara menangani kecemasan yang memicu terjadinya tics dan mengatasi beberapa masalah yang muncul akibat sindrom ini. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode yang diajarkan untuk mengendalikan munculnya tic.
2, Obat-obatan
Peresepan obat-obatan dilakukan untuk meredakan gejala sindrom Tourette. Namun, penggunaan obat lebih disarankan jika gejala sudah parah dan bahkan memengaruhi akitivitas sehari-hari.
Beberapa obat yang dapat direkomendasikan oleh dokter adalah:
- Obat antipsikotik, seperti haloperidol, fluphenazine, dan pimozide, untuk mengendalikan tic
- Guanfacine, untuk mengendalikan ADHD dan meringankan tic
- Fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan obat antidepresan lain, untuk meredakan kecemasan yang sering terjadi akibat sindrom Tourette
3. Deep brain simulation (DBS)
Deep brain stimulation dilakukan dengan cara menanamkan alat khusus ke otak. Alat ini dapat memengaruhi zat kimia di otak. Zat kimia otak ini merupakan salah satu faktor risiko pemicu terjadinya tic pada penderita sindrom Tourette.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa prosedur DBS terbukti efektif untuk menangani sindrom Tourette yang sudah parah dan tidak bisa diobati dengan tindakan lainnya. Namun, prosedur ini masih menimbulkan kontrovesi karena efek samping yang mungkin ditimbulkannya, seperti lebih mudah merasa lelah, lesu, hingga perdarahan.
Meskipun tidak mengancam nyawa, gejala sindrom Tourette yang makin parah ketika stres dapat membuat penderitanya malu atau frustasi. Oleh karena itu, penanganan perlu dilakukan untuk menekan gejala yang terjadi. Selain itu, penderita juga harus belajar untuk mengelola stres dengan cara melakukan kegiatan yang disukai, berolahraga, dan memperoleh dukungan positif dari teman atau keluarga.
Gejala sindrom Tourette bisa hilang dan sembuh dengan sendirinya, tetapi tidak ada salahnya untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan dini ke dokter jika mengalami keluhan yang menyerupaki gejala sindrom ini. Dengan begitu, sindrom Tourette tidak menjadi makin parah dan dapat dikontrol sedini mungkin.