Skizofrenia paranoid adalah salah satu jenis skizofrenia yang ditandai dengan gejala khas, seperti keyakinan pada sesuatu yang tidak nyata dan halusinasi. Meski bisa diderita oleh siapa pun, kondisi ini lebih sering dialami oleh orang yang berusia 16–30 tahun.
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering terjadi. Umumnya, penderita skizofrenia paranoid akan merasakan kecurigaan dan ketakutan terhadap orang lain atau sesuatu yang tidak nyata.
Selain itu, penderita skizofrenia paranoid juga biasanya mengalami beberapa gejala tertentu, seperti merasa diperintah, dikejar, dikendalikan oleh orang lain. Penderita juga dapat mengalami halusinasi pendengaran. Hal inilah yang memengaruhi caranya dalam berpikir dan berperilaku.
Skizofrenia paranoid merupakan gangguan mental yang diderita seumur hidup. Namun, dengan bantuan dokter dan perawatan rutin, gejala penyakit ini dapat diredakan dan penderitanya dapat beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya.
Penyebab Skizofrenia Paranoid
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya skizofrenia paranoid. Namun, ada dugaan bahwa kondisi ini diturunkan di dalam keluarga. Meski begitu, tidak semua penderita skizofrenia paranoid pasti memiliki anggota keluarga dengan kondisi yang sama.
Seperti yang telah dijelaskan di awal, skizofrenia paranoid bisa terjadi pada usia berapa pun, tetapi kebanyakan menyerang remaja dan dewasa muda antara usia 16–30 tahun.
Faktor risiko skizofrenia paranoid
Meski belum diketahui penyebab pastinya, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami skizofrenia paranoid, yaitu:
- Mengalami kelainan dan gangguan pada otak
- Mengalami kekurangan oksigen (hipoksia) saat lahir
- Mengalami trauma pada masa anak-anak, misalnya perundungan, pelecehan seksual, menghadapi penceraian, atau kehilangan orang tua
- Menderita infeksi virus, seperti virus Epstein-Barr
Gejala Skizofrenia Paranoid
Gejala utama skizofrenia paranoid adalah kemunculan delusi (waham) dan halusinasi, terutama halusinasi pendengaran. Gejala ini dapat berkembang seiring berjalannya waktu dan terkadang dapat mereda meski tidak sepenuhnya sembuh.
Dari banyaknya jenis delusi, delusi kejar adalah gejala yang paling sering terjadi. Delusi kejar adalah delusi yang membuat penderitanya merasa akan disakiti oleh orang lain. Kondisi ini ditandai dengan munculnya rasa takut dan kecemasan yang besar pada orang lain.
Delusi kejar dapat menjadi cerminan dari ketidakmampuan penderita untuk membedakan mana yang nyata dan yang tidak. Gejala delusi kejar yang dialami oleh penderita skizofrenia paranoid dapat berupa:
- Merasa seseorang atau pemerintah sedang memata-matai aktivitas sehari-harinya
- Merasa orang di sekitarnya sedang bersekongkol untuk mencelakakan dirinya
- Merasa teman-teman atau orang terdekat mencoba mencelakai dirinya, salah satunya berpikir bahwa ada yang memasukkan racun ke dalam makanannya
- Merasa pasangannya sedang berselingkuh
Selain delusi dan halusinasi, penderita skizofrenia paranoid juga sering berperilaku tidak terkontrol atau kacau (disorganized behaviour). Penderitanya juga kesulitan berbicara dengan baik (disorganized speech), seperti sering mengulang kata-kata, sehingga sulit dimengerti.
Delusi, halusinasi, serta perilaku dan bicara kacau, disebut sebagai gejala positif pada penderita skizofrenia paranoid. Saat mengalami skizofrenia paranoid, gejala-gejala positif ini akan lebih dominan muncul.
Meski jarang terjadi, beberapa gejala negatif, seperti tidak bisa merasakan emosi, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, atau kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang sebelumnya dirasakan menyenangkan (anhedonia), juga bisa dialami oleh penderita skizofrenia.
Gejala negatif perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Dorongan bunuh diri ini cukup sering ditemukan pada kasus skizofrenia atau skizofrenia paranoid yang tidak ditangani dengan baik.
Semua gejala yang ditimbulkan akibat skizofrenia paranoid dapat menyebabkan gangguan terhadap pekerjaan, hubungan dengan orang lain, atau bahkan dalam merawat diri sendiri.
Kapan harus ke dokter
Lakukan konsultasi kepada dokter jika Anda mengalami salah satu atau beberapa gejala skizofrenia paranoid, terutama jika sudah muncul keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
Anda juga dapat berkonsultasi ke dokter jika ada anggota keluarga yang terlihat berperilaku aneh, kacau, atau tidak terkendali, untuk memastikan kondisinya.
Orang yang sudah didiagnosis dengan gangguan skizofrenia paranoid juga wajib menjalani kontrol rutin ke dokter agar perkembangan kondisinya dapat dipantau.
Diagnosis Skizofrenia Paranoid
Dokter akan melakukan tanya jawab seputar gejala yang dialami pasien, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarga. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mencari tahu apakah gejala yang dialami pasien disebabkan oleh penyakit atau kekerasan fisik.
Untuk menentukan diagnosis, dokter akan meninjau kondisi pasien berdasarkan diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM-5).
Dokter juga akan memeriksa ada tidaknya kondisi medis atau penyakit lain yang mungkin menyebabkan atau menyertai gejala-gejala di atas. Selain itu, dokter juga dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
- Tes darah, untuk mengetahui apakah gejala pada pasien disebabkan oleh kecanduan alkohol atau penggunaan obat-obatan terlarang
- Pemindaian dengan CT scan, MRI, dan rekam gelombang otak (electroencephalogram atau EEG), untuk mendeteksi kelainan pada otak
- Tes urine, untuk melihat kemungkinan kecanduan terhadap zat tertentu
Bila diagnosis skizofrenia paranoid telah ditetapkan, diperlukan tes fungsi luhur (tes fungsi kognitif) untuk melihat kemampuan kognitif pasien dan rencana pengobatan. Tes fungsi luhur bertujuan untuk mencari tahu ada tidaknya gangguan pada:
- Kemampuan mengingat
- Kemampuan untuk merencanakan, mengatur, atau memulai kegiatan
- Kemampuan untuk fokus pada saat beraktivitas
- Kemampuan menangkap konsep abstrak dan mengenali kondisi sosial
Pengobatan Skizofrenia Paranoid
Pengobatan skizofrenia paranoid membutuhkan waktu yang lama, bahkan setelah gejala mereda. Pengobatan bertujuan untuk mengendalikan dan meredakan gejala pada pasien. Berikut adalah beberapa metode yang bisa dilakukan:
Pemberian obat antipsikotik
Dokter akan meresepkan obat antipsikotik untuk membantu meringankan gejala delusi dan halusinasi. Antipsikotik bekerja dengan cara memengaruhi senyawa kimia di dalam otak (neurotransmitter), terutama dopamin.
Perlu diketahui, pasien wajib mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter dan tidak boleh berhenti sembarangan meski gejala sudah membaik.
Selama mengonsumsi obat, dokter akan memantau efektivitas obat antipsikotik dan menyesuaikan dosisnya. Umumnya, butuh waktu sekitar 3–6 minggu untuk melihat efektivitas obat yang diberikan. Pada beberapa pasien, waktu yang diperlukan bahkan dapat mencapai 12 minggu.
Obat antipsikotik dibedakan menjadi dua, yaitu obat antipsikotik generasi pertama (tipikal) dan antipsikotik generasi kedua (atipikal). Obat antipsikotik tipikal yang dapat diberikan dokter kepada pasien skizofrenia paranoid antara lain:
- Chlorpromazine
- Fluphenazine
- Haloperidol
- Perphenazine
- Trifluoperazine
Sedangkan obat antispkotik atipikal yang dapat diberikan dokter adalah:
- Aripiprazole
- Asenapine
- Clozapine
- Olanzapine
- Paliperidone
- Quetiapine
- Risperidone
Selain obat antipsikotik, dokter juga bisa meresepkan obat lain, seperti obat antidepresan atau antiansietas.
Psikoterapi
Pasien akan disarankan untuk mengikuti psikoterapi. Tujuannya adalah agar pasien bisa menyadari, memahami, dan beradaptasi dengan kondisinya, sehingga dapat beraktivitas kembali. Beberapa metode psikoterapi yang bisa digunakan adalah:
-
Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir pasien. Kombinasi terapi perilaku kognitif dan obat-obatan akan membantu pasien memahami pemicu halusinasi dan delusi, serta mengajarkan pasien cara mengatasinya. -
Terapi remediasi kognitif
Terapi remediasi kognitif mengajarkan pasien cara memahami lingkungan sosial, mengendalikan pola pikir, serta meningkatkan kemampuan pasien dalam memperhatikan atau mengingat sesuatu. -
Terapi pendidikan keluarga
Pada terapi ini, psikiater akan mengajarkan kepada keluarga dan teman pasien bagaimana cara berinteraksi dengan pasien. Salah satunya adalah dengan memahami pola pikir dan perilaku pasien. -
Terapi pemaparan (desensitisasi)
Terapi ini membantu pasien membangun rasa optimisme dan keyakinan positif tentang diri sendiri dan orang lain. -
Terapi elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif menggunakan elektroda dengan arus listrik rendah. Terapi ini terkadang digunakan jika pasien skizofrenia tidak membaik setelah diberikan obat-obatan. Terapi ini juga bisa meredakan gejala depresi berat pada penderita skizofrenia.
Perawatan mandiri
Selain dengan obat-obatan dan psikoterapi, penanganan skizofrenia paranoid juga perlu disertai dengan perawatan mandiri di rumah, seperti:
- Tidur yang cukup
- Berolahraga secara teratur
- Mengelola stres dengan cara yang positif
- Menjaga interaksi sosial dan mengikuti aktivitas yang melibatkan banyak orang
- Menerapkan pola hidup sehat, seperti berhenti merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, dan menjauhi obat-obatan terlarang
Skizofrenia paranoid berlangsung seumur hidup dan tidak dapat pulih sepenuhnya. Namun, dengan deteksi dini, penanganan yang tepat, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan, penderita skizofrenia paranoid dapat beradaptasi dengan keadaannya.
Komplikasi Skizofrenia Paranoid
Jika tidak ditangani dengan baik, skizofrenia paranoid dapat menimbulkan komplikasi berupa:
- Kecanduan alkohol
- Kecanduan narkoba
- Depresi
- Gangguan cemas
- Isolasi diri dari hubungan sosial sehingga kesulitan dalam pendidikan dan pekerjaan
- Stigma buruk dari orang lain
- Keinginan untuk menyakiti diri sendiri dan bunuh diri
Pencegahan Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat menurunkan risiko terjadinya skizofrenia paranoid dengan melakukan beberapa cara berikut:
- Ceritakan kepada keluarga, teman, atau psikolog tentang kecemasan atau hal-hal yang membuat Anda trauma.
- Perbanyak aktivitas sosial yang positif.
- Jangan merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, dan menyalahgunakan NAPZA.
- Terapkan pola hidup sehat dengan berolahraga rutin, tidur cukup, makan teratur, dan mengelola stres dengan baik.