Skrofuloderma atau tuberkulosis (TBC) kulit adalah infeksi TBC yang menyerang kulit. Infeksi ini ditandai dengan tumbuhnya benjolan yang dapat membentuk kumpulan nanah di kulit.
Skrofuloderma atau yang juga disebut sebagai TBC kelenjar merupakan penyakit infeksi langka dan menular. Umumnya, infeksi ini terjadi di negara endemis TBC, seperti India, Cina, dan Indonesia.
Meski dapat terjadi pada siapa saja, skrofuloderma lebih rentan terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS.
Penyebab Skrofuloderma
Skrofuloderma disebabkan oleh infeksi bakteri yang sama dengan tuberkulosis paru, yaitu Mycobacterium tuberculosis. Umumnya, bakteri ini masuk melalui saluran pernapasan ketika kontak erat dengan penderita TBC aktif, kemudian menyebar ke kulit melalui kelenjar getah bening atau aliran darah.
Selain melalui kelenjar getah bening, bakteri Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke kulit melalui luka terbuka, misalnya tergores atau tertusuk. Bakteri juga bisa menyebar ke area kulit lainnya melalui cairan nanah dari benjolan sklofuroderma yang pecah.
Pada kasus yang jarang terjadi, skrofuloderma juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium bovis.
Faktor risiko skrofuloderma
Tidak semua penderita tuberkulosis paru mengalami skrofuloderma. Ada beberapa faktor yang dapat membuat penderita TBC lebih rentan terkena skrofuloderma, yaitu:
- Memiliki daya tahan tubuh yang lemah, misalnya karena menderita malnutrisi, diabetes, atau HIV/AIDS
- Berusia lanjut (lansia) atau masih bayi
- Menyalahgunakan NAPZA, terutama berbentuk suntik
- Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
Gejala Skrofuloderma
Gejala skrofuloderma biasanya muncul sekitar 2–4 minggu setelah penderitanya terpapar bakteri. Gejala utama skrofuloderma adalah luka dan benjolan yang muncul di berbagai bagian tubuh, umumnya di leher, perut, dan selangkangan.
Beberapa karakteristik luka dan benjolan skrofuloderma adalah:
- Tampak keunguan atau merah kecokelatan
- Tidak nyeri
- Berisi nanah (abses)
Umumnya, penderita sklofuroderma juga mengalami TBC paru sehingga dapat muncul gejala lain, seperti:
- Berat badan menurun
- Hilang nafsu makan
- Mudah lelah
- Keringat berlebihan pada malam hari
Kapan harus ke dokter
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala-gejala yang telah disebutkan di atas. Pemeriksaan sejak dini diperlukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
Selain itu, penanganan medis oleh dokter juga harus segera dilakukan pada ibu hamil, ibu menyusui, lansia, dan bayi yang mengalami gejala skrofluloderma maupun TBC.
Segera ke IGD jika mengalami gejala yang makin serius, seperti:
- Batuk darah
- Batuk kronis
- Berat badan turun drastis
- Keringat yang sangat banyak pada malam hari
- Sesak napas
Diagnosis Skrofuloderma
Untuk mendiagnosis skrofuloderma, dokter akan melakukan tanya jawab mengenai gejala yang dialami pasien, riwayat kesehatan pasien, serta apakah pernah kontak langsung dengan penderita TBC.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk memeriksa area dada dan kelenjar getah bening.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:
- Tes tuberculin (tes Mantoux)
- Biopsi kulit
- Tes IGRA (interferon-gamma release assay)
- Tes bakteri tahan asam
- Kultur dahak
- Foto Rontgen dada
Pengobatan Skrofuloderma
Penanganan skrofuloderma serupa dengan pengobatan TBC paru, yaitu dengan pemberian kombinasi 2 atau 4 obat berikut:
- Isoniazid
- Rifampicin
- Pyrazinamide
- Ethambutol
Penggunaan obat skrofuloderma terbagi dalam 2 fase, yaitu fase awal dan fase lanjut. Pada fase awal, obat digunakan selama 8 minggu. Setelah fase ini, infeksi tidak akan menular ke orang lain, tetapi pengobatan harus tetap dilakukan.
Sementara pada fase lanjut, pasien akan diminta untuk menggunakan obat hingga 9–12 bulan, tergantung pada kondisi pasien. Fase lanjut ini dilakukan untuk membasmi bakteri hingga benar-benar tuntas. Pengobatan harus diteruskan tanpa jeda dan harus dilakukan teratur sesuai arahan dokter.
Jika benjolan cukup besar atau berisi nanah, dokter dapat menyarankan operasi kecil untuk mengeluarkan nanah atau mengangkat benjolan.
Komplikasi Skrofuloderma
Jika pasien memiliki daya tahan tubuh yang kuat, skrofuloderma jarang menimbulkan komplikasi asalkan segera diobati. Namun, jika pasien memiliki daya tahan tubuh yang lemah, pengobatan skrofuloderma perlu dilakukan lebih lama, karena infeksinya dapat menyebar ke seluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian.
Selain penyebaran infeksi, skrofuloderma juga dapat menimbulkan komplikasi lain, seperti:
- Bekas luka dan keloid sehingga dapat mengganggu penampilan
- Kematian lapisan kulit yang terkena (nekrosis)
- Infeksi pada banyak kelenjar getah bening (limfangitis)
- Mandul akibat bakteri menyebar dan menginfeksi indung telur atau lapisan rahim (endometrium)
Pencegahan Skrofuloderma
Pencegahan skrofuloderma dapat dilakukan dengan beberapa upaya berikut:
- Pastikan anak mendapatkan vaksinasi BCG
- Tidak melakukan kontak langsung dengan penderita TBC
- Menjalani pengobatan sampai tuntas jika menderita TBC
- Mengontrol kadar gula darah jika menderita diabetes
- Melakukan hubungan seks yang sehat dan tidak menggunakan NAPZA agar terhindar dari HIV/AIDS