Selain paru-paru, tuberkulosis juga dapat terjadi di kulit, salah satu bentuknya adalah skrofuloderma. Meski kondisi ini jarang terjadi, mengetahui beragam penyebab dan gejalanya merupakan hal penting sebagai langkah pencegahan dan penanganan sejak dini.
Skrofuloderma merupakan jenis tuberkulosis kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri yang juga menyebabkan tuberkulosis paru-paru. Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Skrofuloderma awalnya ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening, lalu dapat membengkak menjadi abses atau benjolan berisi nanah pada kulit. Abses ini nantinya dapat pecah menjadi luka atau ulkus.
Penyebab Skrofuloderma
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, skrofuloderma disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini awalnya masuk ke saluran pernapasan ketika penderitanya menghirup udara yang terkontaminasi bakteri, lalu menyebar ke kulit melalui kelenjar getah bening.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena skrofuloderma, yaitu:
- Berusia di atas 60 tahun atau di bawah 5 tahun
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada orang yang sedang menjalani terapi imunosupresan dan transplantasi organ
- Menetap di tempat tinggal yang sirkulasi udara dan pencahayaannya buruk
- Bertempat tinggal di area yang padat penduduk
- Menderita penyakit tertentu, seperti gagal ginjal, diabetes, kanker, dan HIV/AIDS
- Merokok atau sering menghirup asap rokok
- Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
Gejala Skrofuloderma
Ada beberapa gejala yang dapat muncul ketika seseorang terkena skrofuloderma, yaitu:
- Benjolan di kulit, seperti area leher, ketiak, atau lipatan paha
- Demam yang hilang timbul
- Batuk terus-menerus
- Tubuh berkeringat di malam hari
- Penurunan nafsu makan
- Penurunan berat badan
Benjolan akibat skrofuloderma biasanya tidak menyebabkan nyeri dan teraba keras. Pada awalnya, benjolan ini mungkin berukuran kecil sehingga tidak disadari oleh penderitanya. Tidak jarang, benjolan tersebut terbentuk lebih dari satu buah di tubuh.
Seiring berjalannya waktu, benjolan skrofuloderma bisa membesar, lalu pecah hingga mengeluarkan nanah dan menyebabkan luka terbuka. Bila terjadi, penderitanya perlu segera ke dokter untuk mendapatkan perawatan luka.
Guna mendiagnosis skrofuloderma, dokter biasanya akan menanyakan ada atau tidaknya riwayat pengobatan tuberkulosis sebelumnya. Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya, misalnya biopsi kulit dan tes mantoux.
Bila hasil diagnosis menyatakan pasien positif menderita skrofuloderma, dokter akan memberikan obat antituberkulsosis (OAT) yang dosisnya disesuaikan dengan usia dan berat badan penderitanya.
Sementara itu, upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya skrofuloderma adalah dengan mendapatkan vaksin BCG, terutama bayi baru lahir.
Langkah lainnya adalah dengan menjaga kekebalan tubuh agar sel-sel imun bisa melawan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Caranya adalah:
- Menerapkan pola hidup sehat
- Menjaga agar ventilasi dan pencahayaan di rumah selalu baik
- Menghindari paparan asap rokok dan tidak merokok
- Membatasi konsumsi minuman beralkohol
- Menjalani pengobatan secara rutin bila menderita penyakit kronis tertentu
Itulah penyebab dan gejala yang umumnya dialami oleh penderita skrofuloderma. Segeralah periksakan diri ke dokter bila muncul beberapa gejala yang telah disebutkan di atas. Ini bertujuan agar Anda bisa mendapatkan penanganan sedini mungkin dan meningkatkan peluang sembuh serta mencegah terjadinya berbagai komplikasi.