Solusio plasenta adalah komplikasi kehamilan ketika plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum proses persalinan. Kondisi ini dapat menyebabkan pasokan nutrisi dan oksigen pada bayi menurun atau terhambat.
Solusio plasenta atau abruptio plasenta adalah lepasnya plasenta atau ari-ari sebelum waktunya. Plasenta menempel di dinding rahim dan terhubung ke bayi melalui tali pusat.
Plasenta berfungsi menyalurkan darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke bayi, serta membuang limbah metabolisme dari tubuh bayi. Setelah bayi lahir, plasenta akan terlepas dengan sendirinya dan keluar dari rahim.
Solusio plasenta termasuk kondisi berbahaya yang menyebabkan banyak kematian pada ibu atau bayi. Selain menghambat pasokan nutrisi dan oksigen ke bayi, kondisi ini juga dapat menyebabkan perdarahan hebat pada ibu.
Solusio plasenta sering kali terjadi secara tiba-tiba. Pada banyak kasus, lepasnya plasenta ini kerap terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau beberapa minggu menjelang waktu persalinan tiba.
Penyebab Solusio Plasenta
Hingga saat ini, penyebab pasti terjadinya solusio plasenta belum diketahui. Namun, ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil mengalami solusio plasenta, yaitu:
- Hamil di usia 40 tahun ke atas
- Merokok saat hamil atau memakai narkoba saat hamil
- Memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya
- Menderita preeklamsia atau eklamsia
- Mengalami cedera pada perut saat hamil
- Mengalami ketuban pecah dini
- Mengandung bayi kembar
- Menderita polihidramnion
Gejala Solusio Plasenta
Trimester ketiga kehamilan merupakan waktu yang rawan untuk terjadinya abruptio plasenta. Gejala utama yang menandai terjadinya kondisi ini adalah perdarahan saat hamil. Meski demikian, bukan berarti semua perdarahan dari vagina saat hamil pasti menandakan solusio plasenta.
Perlu diketahui, banyak atau sedikitnya perdarahan bervariasi dan tidak serta-merta menunjukkan tingkat keparahan pelepasan plasenta yang terjadi. Terkadang, darah terperangkap di dalam rahim sehingga tidak keluar atau tidak terjadi perdarahan. Akibatnya, penderita tidak sadar bahwa dirinya mengalami solusio plasenta.
Selain perdarahan, beberapa gejala lain yang menandai solusio plasenta adalah:
- Nyeri perut atau punggung yang datang secara tiba-tiba
- Kontraksi rahim yang terjadi terus menerus
- Rahim atau perut terasa kencang
Gejala solusio plasenta juga dapat muncul secara perlahan. Pada kondisi ini, keluhan yang muncul adalah:
- Perdarahan ringan yang sesekali terjadi
- Cairan ketuban sangat sedikit
- Pertumbuhan bayi lebih lambat dari kondisi normal
Kapan harus ke dokter
Segera kunjungi dokter jika Anda mengalami gejala di atas. Solusio plasenta harus segera ditangani untuk mencegah dampak yang fatal.
Selain itu, ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan. Tujuannya adalah agar dokter mengetahui perkembangan kehamilan, sekaligus dapat mendeteksi lebih dini jika ada kondisi yang tidak normal pada ibu atau janin.
Diagnosis Solusio Plasenta
Jika ibu hamil merasakan gejala seperti pada solusio plasenta, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengecek perdarahan vagina dan ketegangan pada rahim. Dokter juga bisa melakukan USG kehamilan, tes darah, atau tes urine, untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya solusio plasenta.
Selain pada ibu hamil, dokter juga akan memeriksa kondisi janin, salah satunya adalah detak jantungnya. Seluruh pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan.
Pengobatan Solusio Plasenta
Penanganan solusio plasenta tergantung pada kondisi janin dan ibu hamil, usia kehamilan, dan tingkat keparahan solusio plasenta. Perlu diketahui, plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim tidak bisa ditempelkan kembali. Pada kondisi ini, pengobatan lebih ditujukan untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
Jika solusio plasenta terjadi saat usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, dokter kandungan akan meminta ibu hamil dirawat di rumah sakit agar kondisinya bisa diamati secara saksama. Jika detak jantung janin normal dan perdarahan pada ibu hamil berhenti, berarti solusio plasenta tidak terlalu parah dan ibu bisa pulang.
Meski demikian, dokter umumnya akan memberikan suntikan kortikosteroid untuk mempercepat perkembangan paru-paru janin. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi jika kondisi lepasnya plasenta memburuk sehingga persalinan harus segera dilakukan meski belum memasuki waktunya.
Jika solusio plasenta terjadi saat usia kehamilan sudah lebih dari 34 minggu, dokter akan mengupayakan proses persalinan yang tidak membahayakan ibu dan bayinya. Bila solusio plasenta tidak parah, ibu hamil masih dapat melahirkan normal. Namun, jika tidak memungkinkan, dokter akan melakukan operasi caesar.
Selama persalinan, ibu hamil yang mengalami perdarahan hebat mungkin perlu dibantu dengan transfusi darah. Hal ini dilakukan untuk mencegah ibu hamil syok atau mengalami kekurangan darah.
Komplikasi Solusio Plasenta
Abruptio plasenta atau solusio plasenta dapat menimbulkan komplikasi serius, baik pada ibu maupun bayi. Komplikasi tersebut dapat berupa:
Komplikasi pada ibu
Ibu hamil yang menderita solusio plasenta kemungkinan bisa mengalami:
- Gangguan pembekuan darah
- Syok hipovolemik akibat kehilangan darah
- Gagal ginjal atau kegagalan fungsi organ tubuh lainnya
Perdarahan yang parah dapat menyebabkan ibu hamil harus menjalani operasi pengangkatan rahim (histerektomi). Kondisi ini juga bahkan bisa mengakibatkan kematian pada ibu hamil.
Komplikasi pada bayi
Sementara itu, komplikasi yang dapat dialami bayi akibat solusio plasenta adalah:
- Kelahiran prematur sehingga bayi lahir dengan berat badan lahir rendah
- Asupan nutrisi dan oksigen pada janin terganggu sehingga pertumbuhan janin di dalam kandungan juga terhambat
- Meninggal dalam kandungan, jika kondisi solusio plasenta yang dialami tergolong parah
Pencegahan Solusio Plasenta
Solusio plasenta atau abruptio plasenta tidak dapat dicegah. Kendati demikian, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko dan mengantisipasi lepasnya plasenta, yaitu:
- Tidak merokok dan tidak mengonsumsi narkoba, terutama saat hamil
- Menghindari aktivitas fisik berat saat hamil
- Menghindari aktivitas dengan risiko jatuh atau cedera pada perut saat hamil
- Rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan selama hamil, apalagi jika hamil di atas usia 40 tahun
- Mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang seimbang