Sorry syndrome adalah istilah untuk menggambarkan perilaku seseorang yang terus-menerus minta maaf meski ia tidak melakukan kesalahan. Perilaku ini sebenarnya normal. Namun, bila berlangsung terus-menerus, kualitas hidup dan kehidupan sosial orang dengan sorry syndrome bisa terganggu.
Minta maaf saat melakukan kesalahan merupakan hal yang normal. Namun, orang dengan sorry syndrome cenderung minta maaf secara berlebihan meski kesalahannya sepele atau bahkan tidak melakukan kesalahan apa pun.
Meski dapat terjadi pada siapa saja, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sorry syndrome lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Apa Penyebab Sorry Syndrome?
Belum diketahui secara pasti apa penyebab sorry syndrome. Akan tetapi, beberapa penelitian menyatakan bahwa trauma masa lalu, seperti korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bisa menjadi salah satu penyebab sorry syndrome.
Seseorang yang menjadi korban KDRT cenderung selalu minta maaf dan berusaha patuh dengan pasangan, orang tua, atau saudaranya agar terhindar dari kekerasan lebih lanjut.
Pada anak, pola asuh orang tua yang terlalu kritis atau otoriter juga bisa membuat anak merasa terus bersalah dan akhirnya terus-menerus minta maaf. Hal ini dapat memicu kurangnya rasa percaya diri anak dan rasa bersalah “palsu”.
Karena kurangnya rasa percaya diri yang terbentuk sejak kecil, seorang anak bisa minta maaf secara berlebihan meski tidak melakukan kesalahan.
Sorry syndrome juga sering dikaitkan dengan beberapa kondisi kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan sosial, gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif komplusif (OCD), gangguan kepribadian ambang (BPD), serta gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Beberapa gangguan mental tersebut dapat mendorong munculnya perasaan bersalah yang akhirnya membuat orang yang memiliki sorry syndrome minta maaf terus-menerus.
Bagaimana Tanda-Tanda Sorry Syndrome?
Berikut ini adalah beberapa tanda seseorang mengalami sorry syndrome:
- Minta maaf pada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan
- Minta maaf atas kesalahan orang lain
- Minta maaf kepada benda mati
- Minta maaf saat berinteraksi dengan orang lain, misalnya saat melewati orang duduk
- Minta maaf ketika tidak melakukan kesalahan
- Minta maaf saat harus bertindak tegas
- Berusaha menyenangkan orang lain (people pleaser)
- Memiliki rasa percaya diri yang rendah
Bagaimana Cara Berhenti dari Sorry Syndrome?
Meski tergolong sebagai perilaku yang sopan, tetapi bila dilakukan secara berlebihan bisa membuat permintaan maaf terlihat tidak tulus. Bahkan, orang yang selalu minta maaf akan tampak lemah sehingga membuat orang lain merendahkan dirinya.
Penanganan sorry syndrome perlu disesuaikan dengan penyebabnya. Bila sindrom tersebut disebabkan oleh kesehatan mental tertentu, orang dengan sorry syndrome perlu mendapatkan perawatan, seperti psikoterapi atau obat-obatan tertentu, dari dokter.
Anda pun bisa belajar untuk mulai mengendalikan diri agar tidak terlalu sering minta maaf, terutama saat tidak melakukan kesalahan. Belajarlah untuk menempatkan dengan benar kapan Anda harus menggunakan ungkapan “maaf” dengan tepat.
Anda juga bisa mengganti ungkapan maaf menjadi terima kasih. Misalnya, daripada mengucapkan “maaf ya, kamu harus mengerjakan pekerjaanku karena hari ini aku cuti sakit” sebaiknya ubah kalimat tersebut menjadi “terima kasih ya sudah membantuku”.
Bila kamu terus-menerus minta maaf, selalu merasa bersalah, atau bahkan merasa kehadiranmu selalu menyusahkan orang lain, sebaiknya konsultasikan ke psikolog, apalagi bila kondisi tersebut disertai keinginan untuk mengakhiri hidup.