Stiff person syndrome adalah kondisi autoimun yang menyerang sistem saraf pusat. Sindrom ini membuat otot menjadi kaku dan kram mendadak sehingga penderitanya sulit bergerak dan lebih rentan cedera akibat terjatuh.  

Stiff person syndrome (SPS) merupakan kondisi yang langka. Penyakit ini lebih umum terjadi pada orang usia 40–50 tahun, terutama wanita. Stiff person syndrome ditandai dengan kaku atau kram otot yang hilang timbul dan memburuk seiring berjalannya waktu.

Stiff Person Syndrome

Penyebab Stiff Person Syndrome

Hingga saat ini, penyebab stiff person syndrome belum diketahui secara pasti. Namun, ada dugaan penyakit ini berhubungan dengan kondisi autoimun. Hal ini karena penderita stiff person syndrome memiliki antibodi autoimun yang menyerang protein glutamic acid decarboxylase (GAD) dalam jumlah yang sangat tinggi. 

GAD berperan dalam produksi gamma-aminobutyric (GABA), yaitu zat kimia yang berfungsi untuk mengendalikan gerakan otot. Gangguan pada enzim GAD akan menurunkan kadar dan fungsi GABA sehingga gerakan otot menjadi kaku.  

Faktor risiko stiff person syndrome

Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stiff person syndrome, antara lain:

  • Jenis kelamin wanita
  • Usia 40–50 tahun
  • Kondisi autoimun lain, misalnya diabetes tipe 1, gangguan tiroid, vitiligo, atau penyakit Celiac 
  • Kanker, seperti kanker paru, kanker payudara, kanker ginjal, atau limfoma.

Gejala Stiff Person Syndrome 

Gejala utama stiff person syndrome adalah otot yang kaku dan menegang. Keluhan ini akan muncul saat ada pemicu, seperti suara keras, sentuhan, suhu dingin, atau stres. 

Umumnya, stiff person syndrome akan memunculkan gejala khas berikut:

  • Kaku pada otot di bagian inti tubuh (perut, dada, dan punggung), yang kemudian menjalar ke kaki atau lengan
  • Kram otot disertai nyeri yang menusuk 
  • Kesulitan dalam berjalan dan menjaga keseimbangan
  • Sering jatuh atau tersandung, bila kaku pada otot kaki
  • Kembung, jika kaku terjadi pada otot perut
  • Sesak napas, bila mengalami kaku pada otot dada

Stiff person syndrome juga dapat menimbulkan gejala lain, seperti:

  • Hiperhidrosis atau keringat berlebihan
  • Sulit menelan dan sulit berbicara
  • Pandangan ganda (double vision)
  • Nistagmus, yaitu gerakan mata yang cepat, berulang, dan tidak bisa dikendalikan 
  • Vertigo
  • Mioklonus, yaitu sentakan otot yang tiba-tiba dan tidak dapat dikendalikan
  • Kejang

Penderita stiff person syndrome juga lebih rentan mengalami gangguan cemas dan depresi. Agoraphobia atau ketakutan akan ruang publik juga sering terjadi karena penderitanya takut tiba-tiba bertemu dengan pemicu yang membuat badannya kaku dan sakit.

Kapan harus ke dokter

Jika Anda mengalami gejala awal stiff person syndrome, segera periksakan kondisi tersebut ke dokter untuk mendapatkan penanganan sedini mungkin. Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan kondisi penyakit ini. 

Periksakan diri kembali ke dokter bila muncul keluhan lain atau efek samping setelah menerima pengobatan stiff person syndrome.

Diagnosis Stiff Person Syndrome

Diagnosis stiff person syndrome diawali dengan memeriksakan keluhan dan riwayat kesehatan pasien secara umum. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, terutama pada bagian-bagian yang kaku dan sakit.

Perlu diketahui bahwa stiff person syndrome dapat menyerupai kondisi lain. Oleh sebab itu, dokter akan memastikan penyakit ini lewat pemeriksaan penunjang berikut:

  • Tes darah, untuk memeriksa antibodi (sistem imun) yang menyerang GAD
  • Elektromiografi, untuk memeriksa fungsi saraf dan kontraksi otot
  • Lumbal pungsi, guna memeriksa keberadaan antibodi anti-GAD
  • Pemindaian dengan CT scan atau MRI, untuk memeriksa kondisi otak dan saraf tulang belakang

Pengobatan Stiff Person Syndrome

Penanganan stiff person syndrome bertujuan untuk mengatasi gejala, mengurangi reaksi autoimun, dan membantu penderitanya tetap bisa beraktivitas. Berikut adalah penjelasannya:

Obat untuk mengatasi gejala

Ada beberapa obat yang dapat diresepkan dokter untuk meringankan gejala stiff person syndrome, yaitu:

  • Obat peningkat GABA, misalnya benzodiazepine, diazepam, dan clonazepam
  • Obat relaksan otot, seperti tizanidine, baclofen, atau botulinum toxin
  • Obat antikejang, antara lain gabapentin, vigabatrin, dan pregabalin
  • Obat antinyeri, contohnya asam mefenamat atau ibuprofen

Dokter juga dapat memberikan obat untuk mengatasi kecemasan, depresi, atau fobia yang mungkin terjadi pada pasien. Obat yang digunakan misalnya adalah sertraline, fluoxetine, dan alprazolam.

Terapi penekanan imun

Terapi ini bertujuan untuk menekan respons autoimun yang menyerang sel-sel saraf sehat sehingga mengurangi kaku otot dan maupun pemicu keluhannya. Jenis terapi penekanan imun yang dapat dilakukan meliputi:

  • Terapi IVIG (intravenous immunoglobulin), untuk menambah antibodi yang sehat 
  • Terapi pemberian rituximab lewat cairan infus, untuk menekan sistem imun 
  • Plasmapheresis, atau penggantian plasma, untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun
  • Transplantasi stem cell, untuk menghilangkan sel-sel imun yang telah rusak lalu menggantinya dengan stem cell yang dapat menghasilkan sel imun sehat

Terapi fisik

Beberapa terapi fisik dapat memperbaiki postur tubuh, meredakan nyeri, dan membantu penderita stiff person syndrome untuk bergerak dan beraktivitas secara mandiri. Terapi fisik yang dapat dilakukan antara lain:

Terapi psikologis

Terapi psikologis, seperti cognitive behavioral therapy (CBT), dilakukan pada penderita stiff person syndrome dengan gangguan kecemasan, depresi, atau agoraphobia. Pendampingan psikologis juga dapat diberikan untuk mengatasi fobia atau frustrasi akan aktivitas yang terhambat akibat stiff person syndrome

Komplikasi Stiff Person Syndrome

Bila tidak ditangani dengan baik, stiff person syndrome dapat memburuk dan menimbulkan komplikasi serius yaitu:

  • Tidak bisa berjalan atau bergerak sama sekali
  • Terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran darah akibat tidak bergerak dalam waktu yang lama
  • Terjadi ulkus dekubitus pada pasien yang terbaring dan tidak bergerak dalam waktu yang lama
  • Sulit bernapas normal, akibat kaku otot bagian dada
  • Cedera atau patah tulang akibat jatuh
  • Postur tubuh bungkuk sampai tidak bisa melihat lurus saat berdiri
  • Depresi
  • Agorafobia, yaitu rasa takut yang berlebihan untuk bepergian atau berada di tempat ramai

Pencegahan Stiff Person Syndrome

Stiff person syndrome umumnya terjadi akibat kondisi autoimun sehingga sulit untuk dicegah. Namun, beberapa cara berikut dapat dilakukan guna mencegah perburukan kondisi stiff person syndrome atau mencegah komplikasi yang diakibatkannya:

  • Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
  • Mengatur suhu ruangan dan menggunakan pakaian yang hangat  
  • Memilih olahraga yang fokus pada peregangan dan kelenturan otot serta pernapasan, misalnya pilates, yoga, Tai Chi, atau berenang
  • Melakukan pijat relaksasi secara rutin
  • Melakukan kegiatan yang menyenangkan diri sendiri, misalnya melakukan hobi atau berkumpul dengan keluarga dan kerabat 
  • Melakukan meditasi
  • Memasang handrail di sisi-sisi rumah untuk mencegah cedera akibat terjatuh 
  • Berkonsultasi, baik secara online maupun langsung, sebelum mengonsumsi obat apa pun
  • Berkonsultasi dengan psikolog jika mengalami kecemasan, stres, atau rasa sedih maupun kecewa