Punya pasangan yang suka diam seribu bahasa saat sedang berkonflik? Perilaku ini disebut dengan stonewalling. Hati-hati, sikap ini bisa memengaruhi kondisi mental dan hubungan kalian berdua, lho.
Stonewalling berasal dari kata “stone” dan “walling” yang diartikan sebagai sikap diam dan abai dari pasangan saat kalian sedang mengalami konflik. Sikap diamnya pasangan ini kerap dianggap seperti dinding batu yang keras, diam, dan dingin.
Umumnya, stonewalling dilakukan tanpa sadar sebagai cara untuk menenangkan diri guna mengurangi ketegangan atau rasa takut dengan konflik terbuka.
Namun, sikap stonewalling ini juga bisa menjadi silent treatment jika dilakukan dengan sadar atau sengaja sebagai upaya “menghukum” dan memanipulasi pasangannya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Jika sudah seperti ini, kamu harus hati-hati ya, karena bisa saja menjadi tanda pelecehan emosional.
Tanda-Tanda Stonewalling
Stonewalling biasanya lebih banyak dilakukan oleh pria daripada wanita. Mereka yang melakukan sikap ini akan menjauhi diskusi yang dapat memicu stres dan ketegangan. Berikut adalah tanda-tanda stonewalling yang dapat dikenali:
- Menolak untuk mengakui perilaku diamnya
- Menolak menjawab pertanyaan
- Mengabaikan kamu saat berbicara
- Menghindari pembicaraan topik tertentu
- Membuat tuduhan-tuduhan kepadamu
- Melakukan sikap pasif-agresif
- Menolak kontak mata dan justru membuat bahasa tubuh yang merendahkan, seperti menutup atau memutar mata
- Mencari kesibukan lain saat kamu ingin membicarakan tentang konflik yang sedang kalian alami
Stonewalling tidak hanya bisa terjadi pada hubungan asmara, tetapi juga hubungan pertemanan atau orang tua dengan anak. Biasanya, sikap ini dilakukan anak kepada orang tuanya ketika ia berada di fase pubertas, di mana anak yang beranjak remaja kerap mendapatkan banyak tuntutan dan sulit mengelola ekspektasinya.
Dampak dan Tips Menghadapi Perilaku Stonewalling
Apa pun penyebab yang mendasarinya, stonewalling dapat menimbulkan dampak bagi korbannya. Saat mendapatkan sikap stonewalling dari pasangannya, seseorang biasanya merasa ketakutan, terisolasi, rendah diri, menyalahkan diri sendiri, stres, dan frustrasi.
Bila terjadi berulang kali, risiko gangguan kecemasan, PTSD, dan bipolar disorder (BPD) bisa semakin meningkat. Bukan hanya itu saja, korban dari perilaku stonewalling ini juga bisa mengelukan sakit kepala dan peningkatan tekanan darah.
Stonewalling termasuk ke dalam salah satu dari four horsemen of the apocalypse, yaitu gaya komunikasi yang dapat merusak hubungan asmara. Jadi, bila perilaku ini tidak dihadapi dan disikapi dengan tepat, sebuah hubungan berakhir dengan putus atau perceraian.
Lantas, apa saja yang perlu dilakukan jika kamu mendapatkan perilaku stonewalling? Berikut ini adalah tips untuk menghadapi stonewalling:
- Tenangkan dirimu dulu dan hindari memaksanya untuk berbicara.
- Evaluasi masalah yang sedang kalian alami dengan pikiran jernih. Kalau konflik tersebut terjadi karena kesalahanmu, jangan ragu untuk minta maaf.
- Lakukan pendekatan dengan lembut dan beri waktu pasangan untuk menenangkan diri karena mungkin masalah tersebut membuatnya merasa malu atau sakit hati.
- Jangan marah atau memakinya karena akan membuat masalah makin runyam. Lebih baik, luapkan emosimu dengan cara yang lebih sehat, misalnya menarik napas panjang, membuat doodle, meditasi, atau yoga.
Nah, kalau ternyata tanda-tanda stonewalling ada pada dirimu, coba deh mulai belajar mengungkapkan apa kamu rasakan dengan baik. Kalau kamu perlu waktu untuk menenangkan diri, nggak masalah, kok. Namun, jangan sampai terlalu lama atau bersikap kasar dan defensif, ya.
Selain itu, buang jauh-jauh kebiasaan menunda-nunda menyelesaikan masalah. Kalau kamu sudah merasa tenang, segera komunikasikan dan selesaikan konflikmu dengan pasangan, ya.
Kalau merasa sikap stonewalling pada dirimu sudah sangat memengaruhi hubungan dengan pasangan, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan psikolog yang memang khusus menangani masalah ini dan bisa memberikan konseling bagi pasangan.