Perilaku menyimpang umumnya didefinisikan sebagai perilaku yang dianggap bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku di masyarakat. Ada beberapa faktor yang membuat seseorang memiliki perilaku menyimpang, salah satunya adalah masalah psikologis.
Anggapan tentang perilaku menyimpang bisa bersifat subjektif dan kontekstual. Ini berarti suatu perilaku yang dianggap menyimpang di suatu tempat mungkin bisa dianggap normal di tempat lain, tergantung pada budaya, norma, dan aturan masyarakat yang berlaku.
Namun, secara medis, orang yang memiliki perilaku menyimpang dianggap perlu mendapatkan penanganan, terutama jika sudah mengganggu kehidupan sehari-hari dan membahayakan dirinya sendiri bahkan orang lain, misalnya mencoba untuk bunuh diri dan menyetir sambil mabuk.
Perilaku Menyimpang dalam Ilmu Sosiologi
Dalam ilmu sosiologi, terdapat 2 teori umum yang membahas tentang perilaku menyimpang, yaitu teori hubungan diferensiasi dan teori labeling.
Dalam teori hubungan diferensiasi, seorang sosiolog asal Amerika Serikat, Edwin H. Sutherland, menyatakan bahwa penyimpangan dapat terjadi setelah seseorang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan mempelajari hal apa saja yang dianggap normal dan menyimpang, kemudian melakukan perilaku menyimpang tersebut.
Sementara itu, teori labeling yang dikemukakan oleh Edwin M. Lemert menjelaskan bahwa seseorang dapat melakukan perilaku menyimpang akibat adanya proses labeling atau stigma dari orang-orang di sekitarnya. Lalu, orang yang mendapat stigma tersebut berperilaku sesuai label atau stereotip negatif yang melekat.
Ada banyak contoh perilaku menyimpang dari sisi sosiologi. Salah satu contohnya adalah seseorang melakukan perilaku menyimpang setelah bergaul dengan teman-teman yang memiliki perilaku serupa.
Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang apabila perilaku atau tindakan tersebut memiliki beberapa aspek berikut ini:
Deviance atau penyimpangan
Perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan norma atau budaya yang berlaku dalam masyarakat di suatu wilayah dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau menyimpang, misalnya berbicara sendiri.
Dalam budaya modern, berbicara sendiri dianggap perilaku yang tidak normal. Sementara itu, pada masyarakat yang masih memiliki pola pikir magis atau tradisional, perilaku ini mungkin dianggap memiliki nilai spiritual tinggi dan bukan termasuk perilaku menyimpang.
Dalam ilmu kedokteran jiwa, berbicara sendiri dapat menjadi salah satu gejala gangguan persepsi, misalnya psikosis atau halusinasi pada penyakit skizofrenia atau gangguan kepribadian disosiatif.
Distress atau gangguan
Seseorang mungkin melakukan suatu tindakan yang tidak biasa atau tidak umum dilakukan, misalnya bersepeda keliling dunia. Meski demikian, bukan berarti tindakan tersebut termasuk dalam perilaku menyimpang.
Perilaku tersebut tidak bisa dikatakan sebagai perilaku menyimpang karena tidak menimbulkan gangguan, baik pada orang lain maupun pada diri si pelaku.
Selama suatu perilaku yang tidak lazim tidak menimbulkan gangguan, maka perilaku tersebut lebih tepat dianggap sebagai perilaku yang eksentrik, bukan perilaku yang menyimpang.
Dysfunction atau ketidakmampuan untuk beraktivitas normal
Saat seseorang berkabung, kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan selama beberapa waktu adalah sesuatu yang wajar. Namun, tidak demikian halnya pada penderita depresi.
Penderita depresi dapat menarik diri dari rutinitas dan orang-orang di sekitarnya secara berkelanjutan. Perilaku tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku menyimpang karena menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-hari penderitanya.
Danger atau perilaku yang membahayakan
Perilaku yang membuat seseorang membahayakan orang lain atau dirinya sendiri juga termasuk perilaku menyimpang, misalnya memiliki keinginan atau melakukan percobaan bunuh diri. Ini merupakan gejala berat dari gangguan kejiwaan yang memerlukan penanganan dari dokter.
Beberapa Contoh Bentuk Perilaku Menyimpang
Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku menyimpang yang cukup banyak terjadi di Indonesia dan bertentangan dengan hukum yang berlaku:
- Penyalahgunaan obat-obatan terlarang
- Tawuran
- Balap Liar
- Pencurian
- Bullying
- Pelanggaran lalu lintas, seperti menerobos lampu merah
- Korupsi
- Buang sampah sembarangan
- Pembunuhan
- Perjudian
Faktor Penyebab Perilaku menyimpang
Perilaku menyimpang mungkin saja merupakan dampak dari pergaulan atau lingkungan yang kurang baik, misalnya pola asuh yang salah dan rendahnya tingkat pendidikan.
Namun, terkadang seseorang bisa saja berperilaku menyimpang karena memiliki tekanan batin, misalnya ketika stres berat, memiliki masalah keluarga, atau ditinggal orang terkasih. Bahkan pada kasus tertentu, seseorang mungkin dapat berperilaku menyimpang karena ia menggunakan NAPZA.
Meski demikian, tak jarang juga penyimpangan perilaku dilakukan atas dasar kesengajaan.
Di luar itu, perilaku menyimpang juga bisa disebabkan oleh masalah psikologis yang diderita. Berikut ini adalah beberapa jenis gangguan mental yang dapat membuat penderitanya melakukan perilaku menyimpang:
- Demensia
- Skizofrenia
- Obsesive compulsive disorder (OCD)
- Autisme
- ADHD
- Gangguan mood, seperti gangguan bipolar dan depresi
Pada intinya, perilaku menyimpang perlu diwaspadai dan ditangani jika sudah menimbulkan kerugian bagi pelakunya atau orang lain. Jika Anda atau orang yang Anda kenal menunjukkan tanda-tanda penyimpangan perilaku, sebaiknya periksakan ke psikiater agar penanganan dapat dilakukan secara tepat.
Untuk menentukan alasan di balik perilaku menyimpang, psikiater dapat melakukan pemeriksaan kejiwaan guna menentukan apakah perilaku tersebut muncul akibat adanya gangguan mental.
Jika terdapat masalah kejiwaan, dokter dapat memberikan penanganan berupa konseling dan psikoterapi, terapi perilaku, dan meresepkan obat-obatan sesuai dengan kondisi penderitanya.