“Kamu harusnya berontak, jangan diam saja!” Ungkapan seperti ini mungkin sering diucapkan kepada korban kekerasan seksual. Padahal, ada banyak alasan yang membuat korban tidak bisa melawan. Kondisi ini disebut dengan istilah tonic immobility.
Saat seseorang menjadi korban kekerasan seksual seperti pemerkosaan, tak sedikit masyarakat justru menyalahkan korban karena responsnya yang hanya diam tanpa melawan. Padahal, kondisi seperti ini adalah respons alami pada tubuh ketika berada dalam ancaman.
Ketika berada dalam kondisi berbahaya atau traumatis, biasanya tubuh akan memberikan respons berupa melawan, melarikan diri, atau membeku. Nah, kondisi tubuh yang tiba-tiba membeku ketika merasa terancam disebut dengan tonic immobility atau kelumpuhan akibat trauma.
Tahapan Tonic Immobility
Tonic immobility sering kali dialami oleh korban kekerasan atau pelecehan seksual. Saat kejadian berlangsung, korban akan merasa tubuhnya seketika kaku dan sulit digerakan sehingga terkesan tidak memberikan perlawanan terhadap pelaku.
Tidak semua orang mengalami tonic immobility saat mendapatkan ancaman tertentu, termasuk pelecehan seksual. Namun, pada orang yang mengalaminya, biasanya akan ada beberapa tahapan sebelum kemunculan rasa kaku dan ketidakmampuan untuk bergerak.
Berikut adalah tahapan yang biasanya dirasakan oleh korban pelecehan seksual yang mengalami tonic immobility:
- Arousal, yaitu kesadaran seseorang terhadap kemungkinan ancaman
- Flight or fight, yaitu respons aktif seseorang untuk melawan
- Freeze, yaitu respons membeku selama beberapa saat sebelum melawan
- Tonic immobility (kelumpuhan) and collapsed immobility (pingsan), yaitu respons ketika ancaman tidak bisa dihindari
- Quiescent immobility (diam), yaitu keadaan untuk istirahat dan masa pemulihan akibat trauma
Dampak Tonic Immobility
Trauma berkepanjangan akibat tonic immobility bisa membuat kesehatan fisik dan mental terganggu, serta merusak kemampuan bersosialisasi dengan orang lain. Sebagai salah satu respons trauma yang dialami seseorang, tonic immobility juga sering dikaitkan dengan meingkatnya gajala gangguan stress pascatrauma (PTSD).
Salah satu penjelasan yang menjadi alasan tonic immobility menyebabkan gejala PTSD adalah karena korban biasanya akan menyalahkan dirinya yang tidak bisa melawan pelaku.
Bahkan, dampaknya pada kesehatan mental juga bisa semakin parah ketika korban kurang mendapat dukungan dari orang terdekat atau justru dihakimi dan disalahkan karena dianggap tidak bisa memberikan perlawanan.
Cara Mengatasi Tonic Immobility
Pengobatan terhadap dampak tonic immobility dilakukan untuk membantu mengatasi trauma psikologis pada korban. Nah, jika kamu mengetahui orang terdekatmu mengalami kondisi ini, bawalah ia ke psikolog atau psikiater untuk mendapatkan pertolongan.
Beberapa pilihan terapi yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi trauma yang dialami korban adalah:
- Terapi perilaku kognitif untuk memperbaiki pola pikir korban
- Terapi prolonged exposure untuk mengajak korban menghadapi pemicu trauma di tempat yang aman dan mendukung
- Terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) untuk mengganti emosi negatif dari trauma yang dialami menjadi pikiran positif
- Terapi merawat dan mencintai diri sendiri (self care) sembari menjalani perawatan lainnya, misalnya istirahat yang cukup, memenuhi asupan nutrisi, olahraga rutin, dan kembali membangun dan memelihara hubungan sosial
Memang tidak mudah melupakan peristiwa traumatis seperti pelecehan seksual, tetapi melakukan beberapa cara di atas mungkin bisa membantu korban pelecehan seksual yang mengalami tonic immobility.
Jika peristiwa traumatis yang dialami justru membuat seseorang melakukan tindakan yang berbahaya atau bahkan mencoba melukai dirinya, bawalah ia ke psikiater guna mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan kondisinya.