Transfusi darah adalah prosedur untuk menyalurkan darah kepada orang yang membutuhkannya, misalnya yang mengalami perdarahan hebat atau menderita kurang darah (anemia). Komponen darah yang diberikan bisa seluruhnya atau sebagian, seperti trombosit atau plasma.
Transfusi darah diutamakan pada pasien yang mengalami perdarahan akibat cedera, komplikasi operasi besar, atau penyakit kritis. Darah akan diberikan melalui infus di lengan.
Darah yang ditransfusikan bisa dalam bentuk utuh (whole blood) atau hanya mengandung salah satu komponen darah, seperti:
-
Sel darah merah (packed red cell/PRC)
Sel darah merah menjadi komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Fungsi sel darah merah adalah mengalirkan oksigen dari jantung ke seluruh tubuh, serta membuang karbon dioksida. -
Trombosit (thrombocyte concentrates/TC)
Trombosit berperan dalam menghentikan perdarahan. -
Faktor pembekuan (cryoprecipitate)
Sama seperti trombosit, faktor pembekuan berperan dalam menghentikan perdarahan. -
Plasma darah (fresh frozen plasma/FFP)
Plasma darah merupakan komponen cair pada darah, yang mengandung faktor pembekuan, protein, vitamin, kalsium, natrium, kalium, serta hormon.
Tujuan dan Indikasi Transfusi Darah
Transfusi darah diberikan bila pasien mengalami kekurangan salah satu atau seluruh komponen darah. Berikut adalah penjelasannya:
-
Transfusi sel darah merah atau PRC
Anemia merupakan salah satu kondisi yang mendasari pasien perlu diberikan PRC. Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan anemia sehingga membutuhkan transfusi sel darah merah adalah perdarahan atau thalasemia. Jenis transfusi ini juga biasanya dilakukan untuk menaikkan hemoglobin (Hb). -
Transfusi trombosit dan cryoprecipitate
Transfusi trombosit dan cryoprecipitate dapat dilakukan pada pasien gangguan pembekuan darah, seperti kekurangan trombosit (trombositopenia) yang parah, atau disseminated intravascular coagulation (DIC) -
Transfusi FFP
Transfusi FFP dibutuhkan oleh pasien yang mengalami infeksi berat, penyakit liver, atau luka bakar parah. FFP juga berisi faktor pembekuan sehingga dapat diberikan pada beberapa kasus perdarahan dan DIC.
Peringatan dan Larangan Transfusi Darah
Tidak ada larangan khusus pada tansfusi darah. Akan tetapi, dokter akan memberikan transfusi darah dengan hati-hati pada pasien gagal jantung, penumpukan cairan di dalam paru-paru (edema paru), pernah mengalami alergi parah, dan hemokromatosis.
Sebelum Transfusi Darah
Sebelum transfusi darah, dokter akan menanyakan riwayat alergi dan transfusi sebelumnya, serta riwayat penyakit pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital, seperti tekanan darah dan denyut jantung.
Setelah itu, dokter akan melakukan cek golongan darah. Dokter akan memberikan transfusi darah sesuai dengan golongan darah (A, B, O, atau AB), serta rhesus pasien (positif atau negatif). Dokter juga akan meminta pasien atau pendamping pasien untuk menandatangani lembar persetujuan tindakan (informed consent) transfusi darah.
Prosedur Transfusi Darah
Waktu yang diperlukan untuk transfusi darah dapat berbeda-beda, tergantung pada kondisi pasien dan jumlah darah yang hilang.
Secara umum, proses transfusi darah dapat berlangsung selama 1–4 jam, atau bisa lebih cepat. Tahap-tahap yang dilakukan oleh dokter pada proses transfusi darah antara lain:
- Meminta pasien untuk berbaring di tempat tidur
- Memasang infus di lengan pasien dan menghubungkan selang infusnya dengan kantung darah
- Menemani dan memantau pasien selama 15−30 menit pertama transfusi, untuk memastikan pasien tidak mengalami reaksi alergi
Selama proses transfusi berlangsung, dokter akan memeriksa kondisi pasien secara berkala, termasuk memantau suhu tubuh, tekanan darah, dan detak jantung.
Setelah Transfusi Darah
Usai transfusi darah, dokter akan melepaskan selang yang sebelumnya dimasukkan ke pembuluh darah di lengan. Lengan tempat dimasukkannya jarum mungkin akan terasa nyeri dan tampak memar. Namun, keluhan tersebut umumnya hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.
Efek Samping dan Komplikasi Transfusi Darah
Meski jarang terjadi, transfusi darah dapat menimbulkan sejumlah efek samping berikut:
1. Demam
Demam bisa terjadi ketika transfusi darah berlangsung atau beberapa hari setelahnya. Demam merupakan bentuk respons alami tubuh terhadap sel darah putih dari pendonor yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini bisa ditangani dengan pemberian obat pereda demam.
2. Reaksi alergi
Reaksi alergi yang timbul dapat berupa gatal-gatal, nyeri dada atau punggung, sulit bernapas, demam, mengigil, kemerahan di kulit, denyut jantung cepat, tekanan darah turun, dan mual. Jika reaksi alergi muncul saat transfusi darah berlangsung, dokter akan menghentikannya dan mengobati pasien.
Selanjutnya, tergantung kondisi pasien, dokter akan mempertimbangkan apakah transfusi bisa dilanjutkan kembali atau harus diganti.
3. Anafilaksis
Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang berbahaya. Reaksi ini dapat muncul beberapa menit setelah transfusi darah dimulai, yang ditandai dengan pembengkakan di wajah dan tenggorokan, sesak napas, linglung, serta tekanan darah rendah.
4. Kelebihan zat besi
Terlalu banyak jumlah darah yang ditransfusikan bisa menyebabkan kelebihan zat besi. Kondisi ini umumnya dialami penderita thalasemia yang sering membutuhkan transfusi darah. Kelebihan zat besi bisa mengakibatkan kerusakan organ, seperti jantung dan hati.
5. Cedera paru-paru
Walaupun jarang, transfusi darah bisa merusak paru-paru. Kondisi yang juga disebut transfusion-related lung injury (TRALI) ini umumnya terjadi 2−4 jam setelah pasien menerima transfusi darah.
6. Kelebihan cairan akibat transfusi darah (transfusion-associated circulatory overload)
Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang memang sudah menderita gagal jantung dan gagal ginjal stadium akhir. Gejalanya berupa sesak napas parah dan pembengkakan di tungkai yang bisa timbul 6−12 jam setelah menerima transfusi.
7. Infeksi
Penyakit infeksi, seperti HIV, hepatitis B, atau hepatitis C, dapat ditularkan melalui transfusi darah. Namun, komplikasi ini sangat jarang terjadi karena darah yang didonorkan sudah diperiksa terlebih dahulu.
8. Penyakit graft versus host
Pada kondisi ini, sel darah putih yang ditransfusikan akan berbalik menyerang jaringan penerima. Penyakit ini tergolong fatal dan berisiko menyerang orang dengan daya tahan tubuh lemah, seperti penderita penyakit autoimun, leukemia, atau limfoma.
9. Acute immune hemolytic reaction
Ketika darah yang diterima pasien tidak cocok, sistem kekebalan tubuh pasien akan menghancurkan sel darah yang ditransfusikan. Proses hancurnya sel darah ini disebut hemolisis. Pada kondisi ini, sel-sel darah yang sudah hancur akan melepaskan senyawa yang membahayakan ginjal.
10. Delayed immune hemolytic reaction
Kondisi ini mirip dengan acute immune hemolytic reaction, hanya saja reaksinya lebih lambat, yaitu 1–4 minggu setelah transfusi. Reaksi tersebut dapat menurunkan jumlah sel darah secara perlahan sehingga penderita sering kali tidak menyadari gejalanya.
Reaksi berupa pemecahan sel darah (hemolisis), baik yang akut maupun tertunda (delayed), lebih sering terjadi pada pasien yang pernah menerima transfusi darah sebelumnya.
Segera ke dokter jika selama atau setelah menerima transfusi darah muncul gejala-gejala berikut:
- Nyeri dada, sesak napas, atau timbul mengi
- Sakit kepala parah, mual, dan muntah
- Ruam atau biduran, serta bengkak di bibir, kelopak mata, atau lidah
- Demam tinggi
- Keringat dingin
- Urine berwarna gelap atau merah
- Perdarahan, nyeri, dan memar parah pada lengan yang diinfus
- Sakit pinggang yang parah