Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang menyerang bayi baru lahir. Bayi baru lahir berisiko tinggi terkena tetanus apabila ia dilahirkan dengan bantuan peralatan persalinan yang tidak steril.
Pencegahan sejak dini dari tetanus neonatorum lebih diutamakan dibandingkan pengobatan, karena tingkat kematian penderita tetanus neonatorum sangat tinggi. Penyakit ini masih banyak ditemukan di daerah pedesaan atau terpencil di mana fasilitas dan tenaga medis masih sulit untuk ditemui.
Penyebab Tetanus Neonatorum
Penyebab utama tetanus adalah infeksi bakteri Clostridium tetani, yaitu bakteri yang dapat menghasilkan racun yang dapat menyerang otak dan sistem saraf pusat.
Bakteri ini biasa ditemukan di tanah, debu, dan kotoran hewan. Bakteri C. tetani bisa menginfeksi seseorang, termasuk bayi, melalui luka goresan, sobekan, atau luka tusukan yang disebabkan oleh benda-benda yang terkontaminasi.
Pada bayi yang baru lahir, tetanus neonatorum terjadi akibat bakteri ini masuk ke dalam tubuh bayi melalui praktik persalinan yang tidak higienis, seperti memotong tali pusar dengan alat-alat yang tidak steril.
Risiko bayi menderita tetanus neonatorum juga dapat meningkat karena ibunya tidak terlindungi oleh vaksin tetanus toxoid (TT) selama masa kehamilan. Risiko ini meningkat bukan hanya pada bayi, tapi juga pada sang ibu.
Beberapa faktor risiko lain pada tetanus neonatorum, di antaranya:
- Proses persalinan di rumah dengan alat yang tidak steril.
- Adanya paparan bahan yang berpotensi menularkan bakteri C. tetani pada lokasi atau alat yang digunakan untuk persalinan maupun untuk merawat tali pusat, seperti tanah atau lumpur.
- Riwayat tetanus neonatorum pada anak sebelumnya.
Mengetahui Gejala yang Ditimbulkan
Beberapa gejala yang mungkin ditimbulkan jika bayi terinfeksi tetanus neonatorum antara lain:
- Rahang dan otot wajah bayi mengencang pada hari ke 2–3 pasca kelahiran
- Mulut bayi terasa kaku seakan terkunci dan bayi tidak bisa menyusui
- Spasme atau kaku otot tubuh menyeluruh yang menyebabkan tubuh bayi menegang atau tampak melengkung ke belakang
- Kejang yang dipicu oleh suara, cahaya, atau sentuhan
Jika tidak diobati sesegera mungkin, kondisi inidapat membuat bayi tidak dapat bernapas. Sebagian besar kematian bayi akibat tetanus neonatorum terjadi antara hari ke 3–28 setelah kelahiran.
Walaupun sekarang ini jumlah kasus tetanus neonatorum telah menurun, namun kasus ini tetap menjadi perhatian dokter dan bidan dalam menangani bayi yang baru lahir.
Pencegahan Dini dari Tetanus Neonatorum
Pencegahan yang umum dilakukan adalah pemberian vaksinasi TT bagi para ibu hamil untuk melindungi tubuh dari penyakit tetanus. Pemberian vaksin TT biasanya dilakukan oleh dokter saat usia kandungan ibu hamil mendapai trimester ketiga. Dosis kedua diberikan setidaknya 4 minggu setelah dosis pertama diberikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan vaksin ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua guna memberikan perlindungan setidaknya selama 5 tahun.
Selain menggunakan vaksin, prosedur dan persalinan medis yang steril di rumah sakit dapat mencegah bayi terkena tetanus neonatorum. Hal ini dikarenakan sebagian besar bayi yang meninggal karena tetanus neonatorium disebabkan oleh persalinan di rumah tanpa prosedur steril yang memadai dan lingkungan yang tidak bersih.
Penempatan bidan desa di dalam wilayah kerja Puskesmas juga menjadi salah satu upaya Kementerian Kesehatan RI untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya ibu hamil, membantu persalinan, serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Tetanus neonatorum dapat berakibat fatal pada bayi, sehingga penting untuk melakukan tindakan pencegahan. Jika tampak gejala tetanus neonatorum pada bayi, segera konsultasi ke dokter untuk penanganan yang tepat.